Subscribe:

Ads 468x60px

Featured Posts

9.9.11

PECAT : SBY dapat hadiah kepala kerbau

SBY Turun Sekarang Juga !!!

Bila Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara khusus mendapat ucapan selamat ulang tahun ke-62 dari jamaah Masjid Baiturrahman, berbalik dengan hal intu SBY mendapat sumpah serapah dari para pendemo yang mengatasnamakan Pemuda Cinta Tanah Air (PECAT) di kawasan Jl. Medan Merdeka Selatan, Jumat (9/9/2011).

Aksi yang di kordinatori oleh Yosep Rizal dari Pecat tersebut diwarnai aksi perebutan atribut demo oleh pihak kepolisian, yang mana sejumlah atribut seperti patung SBY, 9 replika kepala kerbau dan 9 topeng SBY berbentuk pinokio juga disita oleh pihak kepolisian yang mengamankan jalannya aksi tersebut nanti.

Sebelumnya, atribut yang akan digunakan untuk aksi pada hari ini dibawa dengan menggunakan sebuah angkutan umum (Taksi) yang juga sempat diamankan oleh pihak kepolisian.

Alhasil, aksi diwarnai oleh perebutan atribut, dan akhirnya pendemo tidak dapat melanjutkan aksinya siang ini.

Kendati demikian, Yosep Rizal kordonator aksi tersebut mengatakan akan menggelar aksi lebih besar lagi pada esok hari, Sabtu (10/9/2011), dengan membawa replika kepala kerbau yang lebih besar dari hari ini.

"Besok kami akan aksi yang lebih besar lagi dengan membawa simbol kepala kerbau berukuran 3 meter yang melambangkan kelambatan kinerja pak presiden selama ini. Kami berharap pak presiden bisa cepat tumbang dalam rezimnya", kata Yosep Rizal kepada tribunnews.com.

Dituntut Turun

Hari ulang tahun ke 62 Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono (SBY), diwarnai aksi unjuk rasa dari Pemuda Cinta Tanah Air (Pecat), yang menuntut agar SBY segera turun dari jabatannya, Jumat (9/9/2011).

Aksi dan sikap protes atas pemerintahan SBY yang dilakukan oleh Pecat ini digelar di Jalan Meredeka Selatan menuju kawasan istana merdeka dengan diwarnai sejumlah perebutan atribut demo oleh pihak kepolisian, Jumat (9/9/2011).

Disamping itu, Kordonator Pecat Yosep Rizal dalam aksinya mengatakan, pemerintah SBY itu tidak lebih dari sekedar pemerintahan diatas kertas yang dalam prakteknya tidak pernah membawa penyelesaian dalam permasalahan yang terjadi di negara ini.

"Pemerintah SBY tidak lebih dari pemerintah diatas kertas. Pemerintah macan ompong. Dalam prakteknya dilapangan, pemerintah seakan-akan tidak pernah hadir dan efektif menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat. Untuk itu kami menuntut agar dia (sby) segera turun dari jabatannya sebagai presiden di begara ini", kata Yosep dalam orasinya.

Terkait dengan penyitaan atribut-atribut para pendemo yang terdiri dari 1 patung SBY, 9 replika 9 kepala kerbau dan 9 topeng SB) berwajah pinokio, Yosep Rizal mengatakan bahwa ini telah melanggar hak kontitusi seorang masyarakat yang berhak memberi pendapat di negeri ini.

"Kami merasa penyitaan atribut demo kami oleh pihak kepolisian merupakan pelanggaran hak kontitusi kami dalam menyatakan sikap terhadap ketidak puasan kami kepada rezim presiden SBY. Lagi kenapa ditahan atribut kami? Inilah wajah suatu rezim yang ingin tumbang. Mereka akan selalu paranoid dengan aksi2 protes terhadap kinerjannya," tegas Yosep dalam menyikapi perlakukan pihak kepolisian.


Sumber : http://www.tribunnews.com/2011/09/09/pecat-sby-dapat-hadiah-kepala-kerbau

Kado Gurita Korupsi untuk Ultah SBY

Gurita Korupsi

Hari ini, 9 September 2011 Presiden SBY merayakan ulang tahunnya ke - 62 bersamaan dengan ulang tahun Partai Demokrat ke - 10. Namun perayaan Ulang tahun kali memiliki nuansa dan cerita berbeda dari tahun-tahun sebelunya yang penuh gebyar dan kebanggan karena merasa memiliki suskses dan prestasi tak tertandingi.

Momentum Ultah SBY kali ini tampaknya harus benar-benar menjadi tonggak untuk kontemplasi karena dikelilingi oleh kondisi yang sangat muram dan memalukan. Betapa tidak, ditengah Ultahnya yang ke 62, popularitas SBY terus melorot secara tajam, dirinya semakin tegas dituduh oleh publik sebagai pemimpin yang suka berbohong serta semakin terbongkarnya orang-orang dekatnya yang tersandung dugaan kasus korupsi.

Partai Demokrat yang selama ini dibela dan dibanggakan SBY kini ibarat menjadi sampah pemberitaan serta cibiran publik karena terserang badai tsunami korupsi berjamaah yang mejijikkan. Korupsi di Partai Demokrat tidak bisa dipungkiri sebagai klimaks dari sikap munafik (hipokrit) para pemimpin di negeri ini dalam memberantas korupi yang hanya dibungkus citra yang bersifat politis.

Dalam kondisi seperti ini, SBY sebagai pemimpin tertinggi di negeri ini tidak bisa berbuat apa-apa, terkecuali hanya menonton dan mungkin merestui drama pemberantasan korupsi yang penuh diskriminasi dan kepura-puraan. Kasus M.Nazarudin (mantan Bendahara Partai Demokrat) menjadi baju ujian dan bukti nyata bagi SBY bahwa kepemimpinannya penuh dengan masalah.

Disamping masalah itu, di Ultahnya ke-62, SBY justru dikado dengan kondisi korupsi yang semakin menggurita yang diduga dijalankan oleh orang-orang terdekatnya. Kado Gurita Korupsi untuk Ultah SBY adalah sangat nyata dan tak bisa dipungkiri ketika kini para Menterinya; terutama Menpora Andi Malarangeng dan Menakertran Muhaimin Iskandar diduga publik secara kuat terkait dengan masalah korupsi di institusinya .

Publik meyakini bahwa proses hukum selalu kandas dan terhalang-halangi bagi para petinggi di negeri ini, namun para Menteri yang mengitari SBY sesungguhnya tidak bersih dari skandal korupsi. Hal ini terjadi karena rakyat meyakini, bahwa korupsi sesungguhnya hanya bisa ‘diaktori’ oleh para elit di negeri ini, walaupun dalam kenyataannnya yang dikorbankan hanya pemain pinggiran / pegawai rendahan.

Inilah fakta terjadinya praktik hukum Jahilyah di era kepemimpinan SBY, dimana kekuasaan dan keuangan menjadi yang maha kuasa dan perkasa. Semua persoalan bisa direkayasa dan dibeli sesui dengan selera kepentingan politik yang sedang dominan atau berkuasa.

Persoalan-persoalan itulah yang menjadi kado paling istimewa di Ultah SBY kali ini, dimana drinya semakin diidentikkan dengan pemimpin yang hipokrit, pembohong sehingga pantas menerima kado gurita korupsi. Ultah dengan kado seperti ini tentu sangat memalukan dan memalukan, karena secara kasat mata dirinya sedang ditampar dan dilempar dengan kotoran korupsi yang sangat menjijikkan oleh para pembantunya (Menteri) dan orang-orang dekatnya.

Namun sangat ironis dan aneh, walaupun dikado dengan pertsoalan yang memalukan, SBY tetap bimbang dan gamang melakukan tindakan tegas demi melakukan aksi jihad melawan korupsi yang pernah dikampanyekannya. Sungguh sulit dipahami ketika dirinya dikado dengan semakin mengguritanya korupsi namun SBY terlihat tetap happy dan tetap puas menerima kepalsuan puja puji oleh para Menteri.

Penghormatan, sanjungan dan puja puji para Menteri inilah yang membuat SBY tidak sadar jika mukanya telah dicoreng moreng dan dipermalukan oleh sebagain para Menterinya. Ketidaksadaran inilah yang membuat dirinya selalu tidak bisa bersikap tegas dan bijaksana untuk mensikapi gurita korupsi yang terus mengelilingi pemerintahan SBY.

Mestinya SBY merasa sedih, malu dan marah serta meraswa terpuruk ketika dalam pemerintahannya gurita korupsi semakin menjadi-jadi yang justru dipraktikkan oleh para Menteri. Namun perasaan itu tampaknya tidak ada dan terjadi sehingga publik semakin kecewa dengan kepemimpinan SBY yang seakan telah mati rasa terhadap aspirasi, teriakan dan tuntutan publik yang selalu menggema ditelinganya.

Aly Imron Dj Kompasiana - Penggiat LSM untuk Transparansi dan Demokrasi, Penulis Buku dan Penulis Lepas di Berbagai media massa.

Gurita Cikeas - Cuplikan Biografi SBY

Gurita Cikeas - Skandal Century

George Junus Aditjondro kembali menyulut istana. Guru Besar Sosiology Korupsi New Castle University Australia yang pernah ‘menelanjangi’ KKN antara Presiden Suharto dengan Habibie lewat buku “Dari Soeharto ke Habibie : guru kencing berdiri, murid kencing berlari : kedua puncak korupsi, kolusi, dan nepotisme rezim Orde Baru” (Pijar Indonesia, 1998), dan “Korupsi Kepresidenan Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga: Istana, Tangsi, dan Partai Penguasa” (Mei, 2006) ini kembali membetot perhatian banyak orang, dari tukang becak hingga RI-1.

Bertempat di kota perjuangan Yogyakarta, George Junus Aditjondro pada Rabu (23/12) meluncurkan buku terbarunya yang berjudul “Membongkar Gurita Cikeas, di Balik Kasus Bank Century”. Buku dengan cover seekor gurita dengan “Mahkota Raja Jawa” itu isinya dengan sangat berani membongkar KKN yang berada di sekeliling Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sejak dari Pemilu dan Pilpres 2009 hingga kasus Bank Century.

Namun baru tiga hari diedarkan jaringan Gramedia, pada hari Sabtu (2612), buku tersebut sudah tidak ada lagi di pasaran. Bukan karena habis dibeli, tetapi diduga karena adanya desakan dari kekuasaan. Sejak itu sampai sekarang, buku tersebut menjadi bahan bola panas yang menggelinding di sisi bola panas yang lain yang bernama Kasus Bank Century, sebuah bank gagal yang mendapat suntikan dana sebesar Rp 6,7 trilyun dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), jauh melebihi Rp 1,3 trilyun yang disetujui DPR‐RI. Keduanya memang menggelinding dengan cepat dan mengarah ke sasaran yang sama: Penguasa republik ini.

Sejumlah tokoh nasional yang berhasil mendapatkan buku ini mengaku surprise dengan data-data dan paparan buku tersebut yang sangat gamblang, menukik, dan amat jujur jika tidak dikatakan sebagai naif. Mantan Ketua MPR Amien Rais yang mengaku telah melahap habis buku yang tebalnya tidak sampai duaratus halaman tersebut menyatakan jika buku tersebut memang banyak memuat hal yang sensitif bagi kelompok yang tengah duduk di singgasana kursi kekuasaan saat ini. Namun dirinya menolak keras jika buku tersebut harus dilarang. Pendapat serupa juga datang dari beberapa tokoh nasional di antaranya Ketua Gerakan Indonesia Bangkit Addhie M. Massardi, ekonom Rizal Ramli, dan tokoh Muhammadiyah Buya Syafii Ma’arif.

Seperti yang sudah diduga sebelumnya, sikap Istana sangat reaksioner. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lewat juru bicara kepresidenannya, Julian Aldrin Pasha di Cikeas, kemarin (26/12) menegaskan jika buku tersebut telah mengungkapkan data-data dan fakta yang tidak akurat. Buku itu, demikian Julian, telah dirilis dan dipublikasikan ke publik. “Maka yang akan diminta adalah pertanggungjawaban, sejauh mana keotentikan validitas data dan hingga metodologi yang digunakan,” ujarnya. Menkumham Patrialis Akbar sendiri telah menyatakan pihaknya tengah mempelajari kasus ini dan tidak tertutup kemungkinan akan membawa kasus ini ke penuntutan hukum.

Saya Doktor, Sby juga Doktor

George Junus Aditjondro sendiri menyatakan sangat siap bila harus menghadapi upaya hukum dari kubu istana. Namun dia mengingatkan agar sebuah karya ilmiah semestinyalah harus dijawab dan ditanggapi secara ilmiah juga, dengan mengeluarkan karya ilmiah atau buku juga, bukan lewat jalur represif seperti halnya jalur kepolisian.

“Sebuah karya ilmiah hendaknya harus dijawab dengan karya ilmiah, ngapain dengan gugatan hukum. Kalau tidak betul, tulis buku bagaimana Demokrat dan SBY bisa menang dalam Pemilu dan bagaimana penggalangan dananya,” tegas George yang mukim di Yogyakarta. “Jika merasa tudingan (saya) tidak benar, silakan tulis buku. Tapi kalau mau menggugat di pengadilan, silakan saja. Kok seperti zaman orde baru saja,” ujarnya lagi.

George juga mengungkapkan jika dirinya sangat siap berdebat dengan SBY untuk membedah data-data yang ada di buku tersebut. Namun syaratnya, bukunya harus beredar luas terlebih dulu ke tengah masyarakat sehingga masyarakat bisa membaca, mengetahui, dan menganalisa isinya. “Cara cepatnya untuk membuktikan ilmiah tidaknya buku ini, saya siap berdebat dengan SBY. Saya doktor, SBY juga doktor. Kalau melalui pengadilan, bertele-tele waktunya,” lanjutnya.

Menurut rencana, pada hari Rabu, 30 Desember 2009 pukul 12.00 wib, George akan melaunching dan membedah bukunya tersebut di Doekoen Café, Graha Permata Pancoran Blok A, Pancoran, Jakarta Selatan. Acara tersebut terbuka untuk umum, siapa pun dipersilakan hadir dalam acara tersebut, termasuk jika ada utusan Cikeas yang akan hadir.

Harry Roeslan, panitia bedah buku 'Membongkar Gurita Cikeas' yang juga menjadi distributor buku itu untuk Jakarta menyatakan jika acara akan diisi oleh pembicara tunggal George Junus Aditjondro. Namun jika Cikeas mau hadir dan memberikan klarifikasinya, maka hal itu dipersilakan.

Kontroversi Itu

Walau tidak tebal, namun buku “Membongkar Gurita Cikeas” banyak berisi data-data yang sangat sensitif dan tentu saja kontroversial, karena selama ini ditutup-tutupi tangan kekuasaan. Salah satunya adalah orang-orang yang berada di belakang berbagai yayasan yang melibatkan keluarga Yudhoyono dan teman-teman dekatnya.

Salah satu yayasan yang disorot buku tersebut adalah “Yayasan Mutu Manikam Nusantara” yang dibina istri SBY, Kristiani Yudhoyono. Yayasan yang dipimpin oleh isteri salah seorang menteri ini bidang keuangannya, Bendahara, ternyata dipegang oleh “Si Ratu Suap” Artalita Suryani alias “Ayin”. Yayasan ini merupakan salah satu dari enam yayasan utama yang menjadi semacam pondasi Partai Demokrat dan SBY dalam Pemilu 2009 dan Pilpres 2009.

“Bendahara yayasan itu adalah Ayin. Jadi saya bertanya, mengapa hanya Ayin dan Jaksa Urip saja yang ditahan. Tapi tidak disebutkan dana siapa yang mereka gunakan, padahal itu adalah dana obligor kakap BLBI yang terus menerus mengemplang, Sjamsul Nursalim,” tegas George seraya menyatakan jika di dalam bukunya juga disertakan sebuah foto yang memperlihatkan SBY dan Kristiani Yudhoyono hadir dalam pernikahan salah seorang anak Arthalitha Suryani alias Ayin. Foto ini sebenarnya juga sudah beredar luas di masyarakat beberapa waktu lalu. George menyatakan jika kedekatan antara mereka bisa jadi menyebabkan sampai detik ini Sjamsul Nursalim masih bisa menghirup udara bebas dan tidak dikejar-kejar polisi.

Siapa pun yang membaca buku tersebut, akan memahami dengan baik jika pola dan strategi pelanggengan kekuasaan yang dilakukan Jenderal Harto di era Orde Baru, ternyata detik ini masih terus dipakai dan dilestarikan oleh penguasa, dengan lagi-lagi mengorbankan rakyat banyak. Salah satunya, menurut buku tersebut, adalah Yayasan Majelis Dzikir SBY Nurul Salam yang didirikan SBY ketika dia masih menjabat sebagai Menko Polkam di era Megawati Soekarnoputri.

“Darimana yayasan itu punya dana sampai bisa mengirim 250 ulama untuk umroh. Apalagi mengingat biaya per orang 1.000 real, belum lagi biaya untuk mengundang ribuan orang dijamu di Istana,” tutur George Junus Aditjondro.

Bola panas yang menyertai kasus Bank Century ini diyakini akan semakin liar dan panas. Dalam tulisan berikutnya kami akan kutip beberapa bagian dalam buku tersebut agar masyarakat mengetahui apa saja informasi yang ada di dalamnya.