Subscribe:

Ads 468x60px

9.9.11

PECAT : SBY dapat hadiah kepala kerbau

SBY Turun Sekarang Juga !!!

Bila Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara khusus mendapat ucapan selamat ulang tahun ke-62 dari jamaah Masjid Baiturrahman, berbalik dengan hal intu SBY mendapat sumpah serapah dari para pendemo yang mengatasnamakan Pemuda Cinta Tanah Air (PECAT) di kawasan Jl. Medan Merdeka Selatan, Jumat (9/9/2011).

Aksi yang di kordinatori oleh Yosep Rizal dari Pecat tersebut diwarnai aksi perebutan atribut demo oleh pihak kepolisian, yang mana sejumlah atribut seperti patung SBY, 9 replika kepala kerbau dan 9 topeng SBY berbentuk pinokio juga disita oleh pihak kepolisian yang mengamankan jalannya aksi tersebut nanti.

Sebelumnya, atribut yang akan digunakan untuk aksi pada hari ini dibawa dengan menggunakan sebuah angkutan umum (Taksi) yang juga sempat diamankan oleh pihak kepolisian.

Alhasil, aksi diwarnai oleh perebutan atribut, dan akhirnya pendemo tidak dapat melanjutkan aksinya siang ini.

Kendati demikian, Yosep Rizal kordonator aksi tersebut mengatakan akan menggelar aksi lebih besar lagi pada esok hari, Sabtu (10/9/2011), dengan membawa replika kepala kerbau yang lebih besar dari hari ini.

"Besok kami akan aksi yang lebih besar lagi dengan membawa simbol kepala kerbau berukuran 3 meter yang melambangkan kelambatan kinerja pak presiden selama ini. Kami berharap pak presiden bisa cepat tumbang dalam rezimnya", kata Yosep Rizal kepada tribunnews.com.

Dituntut Turun

Hari ulang tahun ke 62 Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono (SBY), diwarnai aksi unjuk rasa dari Pemuda Cinta Tanah Air (Pecat), yang menuntut agar SBY segera turun dari jabatannya, Jumat (9/9/2011).

Aksi dan sikap protes atas pemerintahan SBY yang dilakukan oleh Pecat ini digelar di Jalan Meredeka Selatan menuju kawasan istana merdeka dengan diwarnai sejumlah perebutan atribut demo oleh pihak kepolisian, Jumat (9/9/2011).

Disamping itu, Kordonator Pecat Yosep Rizal dalam aksinya mengatakan, pemerintah SBY itu tidak lebih dari sekedar pemerintahan diatas kertas yang dalam prakteknya tidak pernah membawa penyelesaian dalam permasalahan yang terjadi di negara ini.

"Pemerintah SBY tidak lebih dari pemerintah diatas kertas. Pemerintah macan ompong. Dalam prakteknya dilapangan, pemerintah seakan-akan tidak pernah hadir dan efektif menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat. Untuk itu kami menuntut agar dia (sby) segera turun dari jabatannya sebagai presiden di begara ini", kata Yosep dalam orasinya.

Terkait dengan penyitaan atribut-atribut para pendemo yang terdiri dari 1 patung SBY, 9 replika 9 kepala kerbau dan 9 topeng SB) berwajah pinokio, Yosep Rizal mengatakan bahwa ini telah melanggar hak kontitusi seorang masyarakat yang berhak memberi pendapat di negeri ini.

"Kami merasa penyitaan atribut demo kami oleh pihak kepolisian merupakan pelanggaran hak kontitusi kami dalam menyatakan sikap terhadap ketidak puasan kami kepada rezim presiden SBY. Lagi kenapa ditahan atribut kami? Inilah wajah suatu rezim yang ingin tumbang. Mereka akan selalu paranoid dengan aksi2 protes terhadap kinerjannya," tegas Yosep dalam menyikapi perlakukan pihak kepolisian.


Sumber : http://www.tribunnews.com/2011/09/09/pecat-sby-dapat-hadiah-kepala-kerbau

Kado Gurita Korupsi untuk Ultah SBY

Gurita Korupsi

Hari ini, 9 September 2011 Presiden SBY merayakan ulang tahunnya ke - 62 bersamaan dengan ulang tahun Partai Demokrat ke - 10. Namun perayaan Ulang tahun kali memiliki nuansa dan cerita berbeda dari tahun-tahun sebelunya yang penuh gebyar dan kebanggan karena merasa memiliki suskses dan prestasi tak tertandingi.

Momentum Ultah SBY kali ini tampaknya harus benar-benar menjadi tonggak untuk kontemplasi karena dikelilingi oleh kondisi yang sangat muram dan memalukan. Betapa tidak, ditengah Ultahnya yang ke 62, popularitas SBY terus melorot secara tajam, dirinya semakin tegas dituduh oleh publik sebagai pemimpin yang suka berbohong serta semakin terbongkarnya orang-orang dekatnya yang tersandung dugaan kasus korupsi.

Partai Demokrat yang selama ini dibela dan dibanggakan SBY kini ibarat menjadi sampah pemberitaan serta cibiran publik karena terserang badai tsunami korupsi berjamaah yang mejijikkan. Korupsi di Partai Demokrat tidak bisa dipungkiri sebagai klimaks dari sikap munafik (hipokrit) para pemimpin di negeri ini dalam memberantas korupi yang hanya dibungkus citra yang bersifat politis.

Dalam kondisi seperti ini, SBY sebagai pemimpin tertinggi di negeri ini tidak bisa berbuat apa-apa, terkecuali hanya menonton dan mungkin merestui drama pemberantasan korupsi yang penuh diskriminasi dan kepura-puraan. Kasus M.Nazarudin (mantan Bendahara Partai Demokrat) menjadi baju ujian dan bukti nyata bagi SBY bahwa kepemimpinannya penuh dengan masalah.

Disamping masalah itu, di Ultahnya ke-62, SBY justru dikado dengan kondisi korupsi yang semakin menggurita yang diduga dijalankan oleh orang-orang terdekatnya. Kado Gurita Korupsi untuk Ultah SBY adalah sangat nyata dan tak bisa dipungkiri ketika kini para Menterinya; terutama Menpora Andi Malarangeng dan Menakertran Muhaimin Iskandar diduga publik secara kuat terkait dengan masalah korupsi di institusinya .

Publik meyakini bahwa proses hukum selalu kandas dan terhalang-halangi bagi para petinggi di negeri ini, namun para Menteri yang mengitari SBY sesungguhnya tidak bersih dari skandal korupsi. Hal ini terjadi karena rakyat meyakini, bahwa korupsi sesungguhnya hanya bisa ‘diaktori’ oleh para elit di negeri ini, walaupun dalam kenyataannnya yang dikorbankan hanya pemain pinggiran / pegawai rendahan.

Inilah fakta terjadinya praktik hukum Jahilyah di era kepemimpinan SBY, dimana kekuasaan dan keuangan menjadi yang maha kuasa dan perkasa. Semua persoalan bisa direkayasa dan dibeli sesui dengan selera kepentingan politik yang sedang dominan atau berkuasa.

Persoalan-persoalan itulah yang menjadi kado paling istimewa di Ultah SBY kali ini, dimana drinya semakin diidentikkan dengan pemimpin yang hipokrit, pembohong sehingga pantas menerima kado gurita korupsi. Ultah dengan kado seperti ini tentu sangat memalukan dan memalukan, karena secara kasat mata dirinya sedang ditampar dan dilempar dengan kotoran korupsi yang sangat menjijikkan oleh para pembantunya (Menteri) dan orang-orang dekatnya.

Namun sangat ironis dan aneh, walaupun dikado dengan pertsoalan yang memalukan, SBY tetap bimbang dan gamang melakukan tindakan tegas demi melakukan aksi jihad melawan korupsi yang pernah dikampanyekannya. Sungguh sulit dipahami ketika dirinya dikado dengan semakin mengguritanya korupsi namun SBY terlihat tetap happy dan tetap puas menerima kepalsuan puja puji oleh para Menteri.

Penghormatan, sanjungan dan puja puji para Menteri inilah yang membuat SBY tidak sadar jika mukanya telah dicoreng moreng dan dipermalukan oleh sebagain para Menterinya. Ketidaksadaran inilah yang membuat dirinya selalu tidak bisa bersikap tegas dan bijaksana untuk mensikapi gurita korupsi yang terus mengelilingi pemerintahan SBY.

Mestinya SBY merasa sedih, malu dan marah serta meraswa terpuruk ketika dalam pemerintahannya gurita korupsi semakin menjadi-jadi yang justru dipraktikkan oleh para Menteri. Namun perasaan itu tampaknya tidak ada dan terjadi sehingga publik semakin kecewa dengan kepemimpinan SBY yang seakan telah mati rasa terhadap aspirasi, teriakan dan tuntutan publik yang selalu menggema ditelinganya.

Aly Imron Dj Kompasiana - Penggiat LSM untuk Transparansi dan Demokrasi, Penulis Buku dan Penulis Lepas di Berbagai media massa.

Gurita Cikeas - Cuplikan Biografi SBY

Gurita Cikeas - Skandal Century

George Junus Aditjondro kembali menyulut istana. Guru Besar Sosiology Korupsi New Castle University Australia yang pernah ‘menelanjangi’ KKN antara Presiden Suharto dengan Habibie lewat buku “Dari Soeharto ke Habibie : guru kencing berdiri, murid kencing berlari : kedua puncak korupsi, kolusi, dan nepotisme rezim Orde Baru” (Pijar Indonesia, 1998), dan “Korupsi Kepresidenan Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga: Istana, Tangsi, dan Partai Penguasa” (Mei, 2006) ini kembali membetot perhatian banyak orang, dari tukang becak hingga RI-1.

Bertempat di kota perjuangan Yogyakarta, George Junus Aditjondro pada Rabu (23/12) meluncurkan buku terbarunya yang berjudul “Membongkar Gurita Cikeas, di Balik Kasus Bank Century”. Buku dengan cover seekor gurita dengan “Mahkota Raja Jawa” itu isinya dengan sangat berani membongkar KKN yang berada di sekeliling Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sejak dari Pemilu dan Pilpres 2009 hingga kasus Bank Century.

Namun baru tiga hari diedarkan jaringan Gramedia, pada hari Sabtu (2612), buku tersebut sudah tidak ada lagi di pasaran. Bukan karena habis dibeli, tetapi diduga karena adanya desakan dari kekuasaan. Sejak itu sampai sekarang, buku tersebut menjadi bahan bola panas yang menggelinding di sisi bola panas yang lain yang bernama Kasus Bank Century, sebuah bank gagal yang mendapat suntikan dana sebesar Rp 6,7 trilyun dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), jauh melebihi Rp 1,3 trilyun yang disetujui DPR‐RI. Keduanya memang menggelinding dengan cepat dan mengarah ke sasaran yang sama: Penguasa republik ini.

Sejumlah tokoh nasional yang berhasil mendapatkan buku ini mengaku surprise dengan data-data dan paparan buku tersebut yang sangat gamblang, menukik, dan amat jujur jika tidak dikatakan sebagai naif. Mantan Ketua MPR Amien Rais yang mengaku telah melahap habis buku yang tebalnya tidak sampai duaratus halaman tersebut menyatakan jika buku tersebut memang banyak memuat hal yang sensitif bagi kelompok yang tengah duduk di singgasana kursi kekuasaan saat ini. Namun dirinya menolak keras jika buku tersebut harus dilarang. Pendapat serupa juga datang dari beberapa tokoh nasional di antaranya Ketua Gerakan Indonesia Bangkit Addhie M. Massardi, ekonom Rizal Ramli, dan tokoh Muhammadiyah Buya Syafii Ma’arif.

Seperti yang sudah diduga sebelumnya, sikap Istana sangat reaksioner. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lewat juru bicara kepresidenannya, Julian Aldrin Pasha di Cikeas, kemarin (26/12) menegaskan jika buku tersebut telah mengungkapkan data-data dan fakta yang tidak akurat. Buku itu, demikian Julian, telah dirilis dan dipublikasikan ke publik. “Maka yang akan diminta adalah pertanggungjawaban, sejauh mana keotentikan validitas data dan hingga metodologi yang digunakan,” ujarnya. Menkumham Patrialis Akbar sendiri telah menyatakan pihaknya tengah mempelajari kasus ini dan tidak tertutup kemungkinan akan membawa kasus ini ke penuntutan hukum.

Saya Doktor, Sby juga Doktor

George Junus Aditjondro sendiri menyatakan sangat siap bila harus menghadapi upaya hukum dari kubu istana. Namun dia mengingatkan agar sebuah karya ilmiah semestinyalah harus dijawab dan ditanggapi secara ilmiah juga, dengan mengeluarkan karya ilmiah atau buku juga, bukan lewat jalur represif seperti halnya jalur kepolisian.

“Sebuah karya ilmiah hendaknya harus dijawab dengan karya ilmiah, ngapain dengan gugatan hukum. Kalau tidak betul, tulis buku bagaimana Demokrat dan SBY bisa menang dalam Pemilu dan bagaimana penggalangan dananya,” tegas George yang mukim di Yogyakarta. “Jika merasa tudingan (saya) tidak benar, silakan tulis buku. Tapi kalau mau menggugat di pengadilan, silakan saja. Kok seperti zaman orde baru saja,” ujarnya lagi.

George juga mengungkapkan jika dirinya sangat siap berdebat dengan SBY untuk membedah data-data yang ada di buku tersebut. Namun syaratnya, bukunya harus beredar luas terlebih dulu ke tengah masyarakat sehingga masyarakat bisa membaca, mengetahui, dan menganalisa isinya. “Cara cepatnya untuk membuktikan ilmiah tidaknya buku ini, saya siap berdebat dengan SBY. Saya doktor, SBY juga doktor. Kalau melalui pengadilan, bertele-tele waktunya,” lanjutnya.

Menurut rencana, pada hari Rabu, 30 Desember 2009 pukul 12.00 wib, George akan melaunching dan membedah bukunya tersebut di Doekoen Café, Graha Permata Pancoran Blok A, Pancoran, Jakarta Selatan. Acara tersebut terbuka untuk umum, siapa pun dipersilakan hadir dalam acara tersebut, termasuk jika ada utusan Cikeas yang akan hadir.

Harry Roeslan, panitia bedah buku 'Membongkar Gurita Cikeas' yang juga menjadi distributor buku itu untuk Jakarta menyatakan jika acara akan diisi oleh pembicara tunggal George Junus Aditjondro. Namun jika Cikeas mau hadir dan memberikan klarifikasinya, maka hal itu dipersilakan.

Kontroversi Itu

Walau tidak tebal, namun buku “Membongkar Gurita Cikeas” banyak berisi data-data yang sangat sensitif dan tentu saja kontroversial, karena selama ini ditutup-tutupi tangan kekuasaan. Salah satunya adalah orang-orang yang berada di belakang berbagai yayasan yang melibatkan keluarga Yudhoyono dan teman-teman dekatnya.

Salah satu yayasan yang disorot buku tersebut adalah “Yayasan Mutu Manikam Nusantara” yang dibina istri SBY, Kristiani Yudhoyono. Yayasan yang dipimpin oleh isteri salah seorang menteri ini bidang keuangannya, Bendahara, ternyata dipegang oleh “Si Ratu Suap” Artalita Suryani alias “Ayin”. Yayasan ini merupakan salah satu dari enam yayasan utama yang menjadi semacam pondasi Partai Demokrat dan SBY dalam Pemilu 2009 dan Pilpres 2009.

“Bendahara yayasan itu adalah Ayin. Jadi saya bertanya, mengapa hanya Ayin dan Jaksa Urip saja yang ditahan. Tapi tidak disebutkan dana siapa yang mereka gunakan, padahal itu adalah dana obligor kakap BLBI yang terus menerus mengemplang, Sjamsul Nursalim,” tegas George seraya menyatakan jika di dalam bukunya juga disertakan sebuah foto yang memperlihatkan SBY dan Kristiani Yudhoyono hadir dalam pernikahan salah seorang anak Arthalitha Suryani alias Ayin. Foto ini sebenarnya juga sudah beredar luas di masyarakat beberapa waktu lalu. George menyatakan jika kedekatan antara mereka bisa jadi menyebabkan sampai detik ini Sjamsul Nursalim masih bisa menghirup udara bebas dan tidak dikejar-kejar polisi.

Siapa pun yang membaca buku tersebut, akan memahami dengan baik jika pola dan strategi pelanggengan kekuasaan yang dilakukan Jenderal Harto di era Orde Baru, ternyata detik ini masih terus dipakai dan dilestarikan oleh penguasa, dengan lagi-lagi mengorbankan rakyat banyak. Salah satunya, menurut buku tersebut, adalah Yayasan Majelis Dzikir SBY Nurul Salam yang didirikan SBY ketika dia masih menjabat sebagai Menko Polkam di era Megawati Soekarnoputri.

“Darimana yayasan itu punya dana sampai bisa mengirim 250 ulama untuk umroh. Apalagi mengingat biaya per orang 1.000 real, belum lagi biaya untuk mengundang ribuan orang dijamu di Istana,” tutur George Junus Aditjondro.

Bola panas yang menyertai kasus Bank Century ini diyakini akan semakin liar dan panas. Dalam tulisan berikutnya kami akan kutip beberapa bagian dalam buku tersebut agar masyarakat mengetahui apa saja informasi yang ada di dalamnya.

Anak Jalanan, Potret Generasi Penerus Bangsa ?

Anak Jalanan Demo ?!?

Menteri Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia mendefinisikan anak jalanan sebagai berikut:

a. Anak jalanan adalah anak-anak yang hidup di jalanan, putus sekolah, dan tidak lagi memiliki hubungan dengan keluarganya.

b. Anak jalanan adalah anak-anak yang hidup di jalanan, putus sekolah, dan tetapi masih memiliki hubungan dengan keluarganya, meskipun hubungan tersebut tidak berlangsung dengan teratur.

c. Anak jalanan adalah anak-anak yang bersekolah dan anak putus sekolah yang meluangkan waktunya di jalanan tetapi mesih memiliki hubungan yang teratur dengan keluarganya.

Dari berbagai definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa anak jalanan adalah anak-anak yang meluangkan mayoritas waktunya di jalanan, baik untuk bekerja maupun tidak, baik yang masih sekolah maupun tidak sekolah, dan masih memiliki hubungan dengan keluarganya maupun tidak lagi memiliki hubungan dengan keluarganya.

Survey yang dilakukan oleh Menteri Kesejahteraan Sosial dan Pusat Penelitian Universitas Atmajaya pada tahun 1999 dalam kaitannya dengan pemetaan terhadap anak jalanan di mana hasilnya mengungkapkan bahwa mayoritas anak jalanan (60%) telah menjalani kehidupannya sebagai anak jalanan selama lebih dari 2,5 tahun, 17,4% di antaranya telah hidup di jalanan kurang dari 2 tahun, 6,8% bahkan telah menjalani kehidupan di jalanan selama 6-9 tahun, dan 6,8% lainnya bahkan telah hidup di jalanan selama lebih dari 10 tahun. Berdasarkan pengamatan NGO dan pekerja sosial, menunjukkan bahwa semakin lama seorang anak hidup di jalanan maka semakin sulit untuk mengentasnya dari jalanan. Jika seorang anak telah menjalani kehidupannya di jalanan lebih dari 2 tahun maka biasanya anak-anak tersebut telah menjadi terbiasa atau telah beradaptasi dengan kehidupan di jalanan. Anak-anak tersebut telah melakukan perubahan pada sikap dan perilaku sebagai upayanya untuk menghadapi kekerasan di jalanan, eksploitasi, dan mengatasi bahaya. Di samping situasi buruk yang telah akrab dengan kehidupan anak jalanan tersebut, biasanya anak-anak tersebut telah menikmati kehidupannya di jalanan. Pada umumnya, anak-anak tersebut merasa senang menikmati kebebasan yang dirasakan dalam kehidupan jalanan, mudah mendapatkan uang, menggunakan uang tersebut untuk kepentingan sendiri dengan semaunya, dan menikmati kehidupan kesehariannya dengan apa yang disukainya sepanjang hari.

Hasil survey juga menunjukkan bahwa beberapa aktivitas utama yang dijalani oleh anak-anak jalanan tersebut antara lain adalah sebagai pengamen (52,8%), pedagang asongan (19,3%), pemulung (8,7%), buruh angkut (3,1%), penyemir sepatu (3,1%), pengemis (2,5%), pengawas parkir (1,9%), broker (1,2%), menyewakan payung (1,2%), pencuci mobil (0,6%), and “joki” (biasanya berada di kawasan three-in-one pada jam-jam tertentu untuk mengurangi kemajetan lalu lintas) sebanyak 0,6%.



Penyebab Meningkatnya Kemiskinan dan Anak Jalanan

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan terhadap beberapa literatur maka penyebab meningkatnya kemiskinan dan anak jalanan cukup kompleks, di antaranya adalah dampak krisis moneter, kondisi keluarga, dan kebijakan pemerintah.

a. Krisis Moneter

Krisis ekonomi dan moneter yang melanda beberapa Negara, termasuk Indonesia, pada pertengahan tahun 1990-an, telah memberikan dampak negatif pada perkembangan berbagai sektor, meliputi sektor sosial, politik, dan budaya. Salah satu dampak yang paling utama adalah pada sektor sosial, terutama sektor pendidikan. Hal ini ditunjukkan dari rendahnya tingkat pendidikan di beberapa Negara, terutama di wilayah pinggiran. Selain itu, pelayanan pendidikan juga belum dapat terdistribusikan secara merata, terutama pada pendidikan (sekolah) tingkat menengah ke atas. Hal ini disebabkan karena anggaran pendidikan di beberapa negara tersebut belum mencukupi kebutuhan pendidikan secara umum.

Dampak yang diakibatkan oleh krisis ekonomi dan moneter tersebut yang sangat nyata adalah meningkatnya kemiskinan sampai tiga kali lipat, yang artinya bahwa semakin banyak masyarakat yang tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan dasarnya seperti makanan, pakaian, pendidikan, dan pelayanan kesehatan. Krisis ekonomi ini telah meningkatkan permasalahan di sektor sosial dan dan ini termanifestasikan dengan semakin meningkatnya jumlah anak jalanan baik di kota besar maupun di wilayah pinggiran. Berdasarkan hasil survey dan pemetaan terhadap anak jalanan yang dilakukan oleh Menteri Sosial yang bekerja sama dengan Pusat Penelitian Universitas Atmajaya menunjukkan bahwa dari 12 kota besar yang diteliti maka ditemukan sebanyak 39.861 anak jalanan (48% di antaranya menjalani kehidupan di jalanan setelah adanya krisis moneter pada tahun 1998). Survey ini juga mengungkapkan bahwa alasan turunnya anak-anak tersebut ke jalanan adalah karena anak-anak tersebut memang harus membantu perekonomian kedua orang tuanya dengan bekerja di jalanan (35%) atau membayar uang sekolah (27%). Di samping itu, survey juga mengungkapkan bahwa hampir separuh dari anak-anak tersebut (44%) ternyata masih duduk di bangku sekolah, sebanyak 83% masih tinggal dengan orang tuanya, dan 13% di antaranya merupakan anak-anak yang telah putus sekolah.


b. Kondisi Keluarga


Krisis moneter memang dapat dijadikan sebagai alasan utama semingkatnya kemiskinan di Indonesia di mana pada akhirnya meningkatkan jumlah keluarga miskin. Dengan meningkatnya keluarga miskin maka kecenderungan akan peningkatan anak jalanan juga mengalami peningkatan. Hal ini karena seorang anak turun ke jalan memang memiliki beberapa alasan, di mana salah satu di antaranya adalah kondisi keluarga.

Penelitian mengungkapkan bahwa pada umumnya anak jalanan berasal dari keluarga miskin. Selengkapnya profil keluarga anak jalanan adalah:

1) Sebanyak 75% anak jalanan berasal dari keluarga yang memilki anak lebih dari dua. Bahkan dari 128 keluarga yang disurvey terungkap bahwa jumlah anggota keluarganya adalah sebanyak 2 – 13 orang, dengan rata-rata tanggungan anak sebanyak 5,91 (dibulatkan menjadi 6). Hal ini melebihi hasil pendataan Susenas tahun 2001 yang menyebutkan bahwa rata-rata tanggungan keluarga adalah sebanyak 4,2.

2) Sebanyak 90% anak jalanan yang disurvey memiliki keluarga yang lengkap, suami, isteri, dan anak-anak. Sementara sisanya tinggal dengan keluarga yang tidak lengkap (suami atau isteri bercerai atau meninggal). Selain itu, sebanyak 3% anak jalanan tersebut tinggal bersama orang tua tiri, sebanyak 2% tinggal bersama kakek/nenek, sebanyak 4% tinggal memiliki saudara tiri, serta sisanya tinggal bersama kerabat.

3) Beberapa anak jalanan menyatakan tinggal di rumah sendiri, yaitu sebanyak 51,6%, rumah sewa sebanyak 39,1%, tinggal sementara waktu (menumpang) di rumah orang lain sebanyak 8,6%, dan lain-lain sebanyak 0,8%.

4) Rumah yang ditempati pada umumnya berukuran kecil yaitu antara 4 meter persegi sampai 160 meter persegi, di mana mayoritas menempati rumah seluar 5 meter persegi yaitu sebanyak 12,5% dan 12 meter persegi sebanyak 7,8%. Hanya 2 orang responden yang tinggal di rumah yang cukup luas.

Dari hasil penelitian di atas dapat dijelaskan bahwa kebanyakan anak jalanan adalah berasal dari keluarga yang memiliki tanggungan lebih dari 5 orang dan tinggal di rumah yang tidak memadai.



c. Kebijakan pemerintah dalam hal pendidikan

Guna menunjang penyelenggaraan pendidikan maka pemerintah telah mengeluarkan berbagai undang-undang dan peraturan pemerintah, serta bentuk-bentuk peraturan yang secara hukum harus dilaksanakan untuk memperbaiki iklim pendidikan nasional. Peraturan tersebut meliputi sistem penyelenggaraan pendidikan, biaya pendidikan, karakteristik pendidik, dan bahkan kurikulum atau materi yang harus disampaikan kepada peserta didik.

Berkaitan dengan biaya pendidikan maka pemerintah telah menetapkan bahwa anggaran pendidikan nasional adalah sebesar 20% dari APBN dan APBD, dalam hal ini diwujudkan dengan adanya program kebijakan pemerintah yang bernama program Wajib Belajar 9 tahun. Pertama kali pendidikan dasar dicanangkan pemerintah melalui Instruksi Presiden Nornor 10 Tahun 1973 dalam bentuk wajib belajar 6 tahun untuk sernua anak umur 7 sampai dengan 12 tahun. Sepuluh tahun setelah mencanangkan dan melaksanakan program wajib belajar 6 tahun di sekolah Dasar, pemerintah Indonesia selanjutnya mencanangkan pelaksanaan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun meliputi Sekolah Dasar 6 tahun dan SLTP 3 tahun atau yang setara. Menyadari pentingnya peranan pendidikan dasar, maka pemerintah bertekad untuk melaksanakan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun pada tahun pertama Repelita VI pada tanggal 2 Mei 1994, dan mengupayakan untuk menuntaskannya dalam tiga Pelita atau 15 tahun kemudian (Djoyonegoro:1994).

Pendidikan dasar 9 tahun secara langsung dapat menunjang fungsi-fungsi dasar pendidikan dalam:

1. Mencerdaskan kehidupan bangsa karena diperuntukkan bagi semua warga negara tanpa membedakan golongan, agama, suku bangsa, dan status sosial-ekonomi.

2. Menyiapkan tenaga kerja industri melalui pengembangan kemampuan dan ketrampilan dasar untuk belajar, serta dapat menunjang terciptanya pemerataan kesempatan pendidikan kejuruan dan profesional lanjut.

3. Membina penguasaan Iptek untuk dapat memperluas mekanisme seleksi bagi seluruh siswa yang memiliki kemampuan luar biasa.

Akan tetapi, pada kenyataannya, kebijakan pemerintah tersebut tidak dapat diselenggarakan dengan baik di mana terbukti bahwa beberapa tahun terakhir ini masyarakat semakin banyak yang mengeluhkan mahalnya biaya pendidikan sehingga tidak terjangkau oleh kemampuan masyarakat. Padahal semua orang mengetahui, dan bahkan seluruh dunia, bahwa pendidikan adalah public goods yang memenuhi hajat hidup orang banyak, sehingga harganya tidak boleh ditetapkan oleh mekanisme pasar, melainkan oleh keputusan politik. Sebagai salah satu public goods, pendidikan seharusnya terjangkau oleh seluruh warga Negara, termasuk yang miskin dan terlantar (Pamungkas, 2005).

Salah satu penyebab tidak dapat terealisasinya kebijakan pemerintah tersebut adalah ketidakmampuan pemerintah dalam melakukan privatisasi pendidikan. Sebenarnya, dalam hal ini privatisasi dimaksudkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam mensukseskan pendidikan. Akan tetapi, pada kenyataannya pemerintah kurang dapat mengelola privatisasi dengan baik sehingga privatisasi berdampak pada peningkatan komersialisasi sekolah.

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa, dana untuk sektor pendidikan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia jauh dari perkiraan yang telah ditetapkan. Pada periode 1990-1995, Indonesia adalah negara yang memiliki pengeluaran pemerintah yang relatif besar, yakni 17,3% dari GDP, jika dibandingkan dengan Thailand (14,9%) dan Korea Selatan (17,0%). Namun, pengeluaran pemerintah Indonesia yang dialokasikan untuk anggaran pendidikan lebih kecil, yakni 10,5%, dibandingkan Thailand (19,8%) dan Korea Selatan (17,7%) (Edi Suharto, 18 Februari 2004). Praktik ini semakin kontradiktif dengan amandemen UUD 1945 pasal 31 ayat 2, yang menetapkan bahwa pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar bagi setiap warga negara. Lebih lanjut, pasal 31 ayat 4 mewajibkan pemerintah dan DPR untuk memprioritaskan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN. Dengan demikian, menurut UUD 1945, pendidikan tingkat dasar (SD) dan menengah (SMP) seharusnya gratis. Data pengeluaran pemerintah di Asia secara rata-rata juga menunjukkan bahwa tingkat privatisasi pendidikan di Indonesia merupakan yang tertinggi dibandingkan negara lainnya. Pada tahun 2001, anggaran pendidikan mencapai Rp. 13,5 trilyun atau 4,55% dari APBN, pada tahun 2001, turun menjadi Rp. 11,352 trilyun atau 3,76%, pada tahun 2003 turun lagi menjadi Rp. 11 trilyun, dan pada tahun 2004 disediakan dana sebesar Rp. 15,3 trilyun atau 3,49%.

Dengan adanya pihak swasta yang ikut mengatur jalannya pendidikan memang cukup menguntungkan, sehingga masyarakat ikut berperan serta dalam lembaga pendidikan. Namun hal ini pula yang menyebabkan makin mahalnya biaya pendidikan. Sekolah yang berorientasi bisnis, membentuk suatu bentuk komersialisme pada dunia pendidikan. Diskriminasi dan formalisme dalam kebijakan negara di sektor pendidikan mengakibatkan tidak semua anak bisa ikut belajar di sekolah. Hanya anak yang bisa memenuhi persyaratan formal yang ditentukan yang boleh dan bisa belajar di sekolah. Komersialisasi, yang menjadikan sekolah sebagai komoditas, merupakan salah satu faktor yang mendukung adanya diskriminasi pendidikan. Padahal, idealnya, penerimaan seseorang sebagai peserta didik dalam suatu satuan pendidikan harus diselenggarakan tanpa membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras, status sosial, dan kelas ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan. Hal ini karena semua warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu.


Pandangan Masyarakat terhadap Anak Jalanan

Sebagian anak jalanan harus mempertahankan hidupnya dengan cara yang secara sosial kurang dan bahkan dianggap tidak dapat diterima. Hal ini karena tantangan yang dihadapi oleh anak jalanan pada umumnya memang berbeda dari kehidupan normatif yang ada di masyarakat. Dalam banyak kasus, anak jalanan sering hidup dan berkembang di bawah tekanan dari stigma atau cap sebagai pengganggu ketertiban. Perilaku anak jalanan tersebut sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari stigma sosial dan keterasingannya dalam masyarakat. Tidak ada yang berpihak kepada anak-anak tersebut dan bahkan, sebenarnya, perilaku anak-anak tersebut mencerminkan perilaku masyarakat dalam memperlakukannya, serta ‘harapan’ masyarakat terhadap perilakunya (Suyanto dan Sri Sanituti, 2001).

Berdasarkan perilakunya yang kadang tidak sesuai dengan tatanan normatif di masyarakat dan bahkan dianggap mengganggu ketertiban lingkungan maka banyak perlakuan kasar yang diberikan kepada anak-anak tersebut seperti merazia atau menertibkannya. Padahal, memperlakukan anak jalanan sebagai bagian dari kehidupan dunia kriminal dan kemudian merazianya demi ketertiban kota, mungkin sudah dapat dianggap sebagai langkah yang tepat dan membuat pihak yang melakukan tindakan tersebut merasa telah berbuat sesuatu yang bermanfaat. Tapi, di sisi lain, jika tindakan tersebut dilakukan dengan hati nurani dan sikap empatif, maka perlakuan tersebut bukan merupakan perlakuan yang tepat dan bukan perlakuan yang dapat dianggap sebagai solusi dari sebuah pemasalahan. Bahkan perlakuan seperti itu akan menimbulkan permasalahan semakin berat, terutama bagi anak-anak jalanan tersebut.

Sementara dengan memberikan belas kasihan juga bukan merupakan solusi yang tepat karena anak-anak tersebut bukan anak-anak yang perlu dibelaskasihani, tetapi yang diperlukan adalah kebutuhan sebagaimana kebutuhan anak-anak pada umumnya, yaitu perlindungan, kasih sayang, dan pemenuhan kebutuhan hidupnya. Umumnya, banyak yang memberikan perhatian dari masyarakat dan program sosial lain yang hanya bersifat pertolongan daripada sifat penerimaan. Padahal belas kasihan dan pertolongan tersebut bukan merupakan solusi yang tepat. Dengan segala keterbatasan dan himpitan hidup, anak-anak tersebut sudah terbiasa menjalani kerasnya kehidupan sehingga sudah tidak lagi memerlukan belas kasihan. Dengan keterbatasan tersebut anak-anak tetap survive dalam hidup, anak-anak tersebut memiliki daya juang dan daya tahan yang cukup tinggi dalam mengatasi kesukaran hidup. Dengan demikian, yang dibutuhkan dalam hal ini bukan belas kasihan, tetapi pengakuan, penerimaan, dan dukungan bagi kesetiaannya dalam menjalani kehidupan.


Penanganan terhadap Anak Jalanan

Melihat kenyataan di atas maka diperlukan beberapa alternatif model yang mungkin dapat digunakan untuk menangani permasalahan anak jalanan dan perlu diuji coba, tentunya dengan tidak lupa mengkaji ulang berbagai model yang telah pernah ada dalam permasalahan anak jalanan, seperti rumah singgah misalnya. Mengacu kepada kondisi yang demikian, ternyata upaya yang patut dikembangkan terus. Adapun alternatif model yang mungkin dapat di gunakan adalah sebagai berikut : Family base, Instutional base, Multi-system base.

Family base, adalah model dengan memberdayaan keluarga anak jalanan melalui beberapa metode yaitu melalui pemberian modal usaha, memberikan tambahan makanan, dan memberikan penyuluhan berupa penyuluhan tentang keberfungsian keluarga. Dalam model ini diupayakan peran aktif keluarga dalam membina dan menumbuh kembangkan anak jalanan. Institutional base, adalah model pemberdayaan melalui pemberdayaan lembaga-lembaga sosial di masyarakat dengan menjalin networking melalui berbagai institusi baik lembaga pemerintahan maupun lembaga sosial masyarakat. Multi-system base, adalah model pemberdayaan melalui jaringan sistem yang ada mulai dari anak jalanan itu sendiri, keluarga anak jalanan, masyarakat, para pemerhati anak, akademisi, aparat penegak hukum serta instansi terkait lainnya.


Sumber:

Ditjen PLSP – DEPDIKNAS and UNESCO, National Policy Forum: Promotion of Improved Learning Opportunities for Street Children in Indonesia, Jakarta, 29 – 30 Januari 2005.

Edi Suharto “Bahaya Sosial Privatisasi Pendidikan”, , International Policy Analyst, Central European University (CEU), Hungary, (OPINI Rabu, 18 Februari 2004), dipublikasikan secara online melalui <http://www.mediaindo.co.id/cetak/berita.asp?id=2004021801205420>

Ibe Karyanto, , Penggalan Kisah Perjuangan Anak Pinggiran, Cetakan I, (Jakarta: Panitia Penghargaan untuk Anak Pinggiran 1998, 1998,) hal. 2.

Pamungkas, Sri Bintang, Membongkar Kebohongan Politik SBY – JK, 2005, (Jakarta: Pusat Dokumentasi Politik Guntur 49, 2005), hal. 57.

Suyanto, Bagong dan Sri Sanituti Hariadi, Anak-anak yang Dilanggar Haknya: Potret Sosial Anak Rawan di Indonesia yang Membutuhkan Perlindungan Khusus, Cetakan I, Surabaya: Lutfansyah Mediatama, 2001, hal. 125.

Wardiman Djojonegoro, Kebijaksanaan Operasional Wajib Belajar 9 tahun Dalam Mengisi Pembangunan Berkesinambungan, Prisma, No. 5 Tahun 1994, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 1994)

Sumber : http://elmurobbie.wordpress.com/2008/10/23/pemberdayaan-anak-jalanan/

Sekolah Mahal, Tanya Kenapa ?

Anak-anak Belajar di Tempat Seadanya

Sistem pendidikan kita sedang menghadapi krisis solidaritas, jauh dari reksa demokratis, dan abai terhadap keadilan sosial. Meski kita telah memasuki millenium ketiga, cara kita menanggapi tiga serangan ini tak beranjak jauh dari warisan semangat baru zaman Adam Smith pada tahun 1850-an. Semangat itu adalah, "Mengeruk kekayaan, melupakan semuanya, kecuali diri sendiri!"

Biaya sekolah memang mahal. Tidak ada satu individu yang dari dirinya sendiri mampu membiayai kebutuhan pendidikan. Karena itu harus ada manajemen publik dari negara. Sebab negaralah yang dapat menjamin bahwa setiap warga negara memperoleh pendidikan yang layak. Negaralah yang semestinya berada di garda depan menyelamatkan pendidikan anak-anak orang miskin. Tanpa bantuan negara, orang miskin tak akan dapat mengenyam pendidikan.

Namun, ketika negara sudah dibelenggu oleh empasan gelombang modal, sistem pendidikan pun bisa ditelikung dan diikat oleh lembaga privat. Serangan ini pada gilirannya semakin mereproduksi kemiskinan, melestarikan ketimpangan, mematikan demokrasi dan menghancurkan solidaritas di antara rakyat negeri!

Mengapa sekolah mahal bisa dilacak dari relasi kekuasaan antar-instansi ini, yaitu antara lembaga publik negara dan lembaga privat swasta. Ketimpangan corak relasional di antara dua kubu ini melahirkan kultur pendidikan yang abai pada rakyat miskin, menggerogoti demokrasi, dan melukai keadilan.

Sekolah kita mahal, pertama, karena dampak langsung kebijakan lembaga pendidikan di tingkat sekolah. Ketika negara abai terhadap peran serta masyarakat dalam pendidikan, pola pikir Darwinian menjadi satu-satunya cara untuk bertahan hidup. Sebab tanpa biaya, tidak akan ada pendidikan. Karena itu, membebankan biaya pada masyarakat dengan berbagai macam iuran merupakan satu-satunya cara bertahan hidup lembaga pendidikan swasta. Ketika lembaga pendidikan negeri yang dikelola oleh negara berlaku sama, semakin sempurnalah penderitaan rakyat negeri. Sekolah menjadi mimpi tak terbeli!

Kedua, kebijakan di tingkat sekolah yang membebankan biaya pendidikan pada masyarakat terjadi karena kebijakan pemerintah yang emoh rakyat. Ketika pemerintah lebih suka memuja berhala baru ala Adam Smith yang "gemar mengeruk kekayaan, melupakan semua, kecuali dirinya sendiri, " setiap kewenangan yang semestinya menjadi sarana pelayanan berubah menjadi ladang penjarahan kekayaan. Pejabat pemerintah dan swasta (kalau ada kesempatan!) akan berusaha mengeruk uang sebanyak-banyaknya dari proyek anggaran pendidikan.

Ketiga, mental malingisme pejabat negara, juga swasta, semakin menggila terutama karena tuntutan persaingan di pasar global. Indikasi Noam Chomsky tentang keterlibatan perusahaan besar Lehman Brothers dalam menguasai sistem pendidikan rupanya juga telah menyergap kultur pendidikan kita. "Jika kita dapat memprivatisasi sistem pendidikan, kita akan menggunungkan uang." Itulah isi pesan dalam brosur mereka.

Banyak perusahaan berusaha memprivatisasi lembaga pendidikan, kalau bisa membeli sistem pendidikan. Caranya adalah dengan memanfaatkan kelemahan moral para pejabat negara. Bagaimana? Dengan membuatnya tidak bekerja! Karena itu, cara paling gampang untuk memprivatisasi lembaga pendidikan adalah dengan membuat para pejabat negara membiarkan lembaga pendidikan mati tanpa subsidi, mengurangi anggaran penelitian, memandulkan persaingan, dan lain-lain. Singkatnya, agar dapat dijual, lembaga pendidikan negeri harus dibuat tidak berdaya. Kalau sudah tidak berdaya, mereka akan siap dijual. Inilah yang terjadi dalam lembaga pendidikan tinggi kita yang telah mengalami privatisasi.

Pendidikan merupakan conditio sine qua non bagi sebuah masyarakat yang solid, demokratis, dan menghormati keadilan. Karena kepentingan strategisnya ini, mengelola pendidikan dengan manajemen bisnis bisa membuat lembaga pendidikan menjadi sapi perah yang menggunungkan keuntungan. Karena itu, sistem pendidikan akan senantiasa menjadi rebutan pasar. Jika pasar melalui jaring-jaring privatnya menguasai sistem pendidikan, mereka dapat merogoh kocek orangtua melalui berbagai macam pungutan, seperti, uang gedung, iuran, pembelian formulir, seragam, buku, jasa lembaga bimbingan belajar, dan lain-lain.

Negara sebenarnya bisa berperan efektif mengurangi mahalnya biaya pendidikan jika kebijakan politik pendidikan yang berlaku memiliki semangat melindungi rakyat miskin yang sekarat di jalanan tanpa pendidikan. Jika semangat "mengeruk kekayaan, melupakan semuanya, kecuali diri sendiri" masih ada seperti sekarang, sulit bagi kita menyaksikan rakyat miskin keluar dari kebodohan dan keterpurukan. Maka yang kita tuai adalah krisis solidaritas, mandeknya demokrasi, dan terpuruknya keadilan sosial.

Doni Koesoema, A


Sumber: Kolom, Gatra Nomor 23 Beredar Kamis, 19 April 2007





Oleh Pandi Kuswoyo
Guru Sekolah Dasar dan Penggiat Anti-sekolah Mahal.


Tahun ajaran baru telah tiba, muncul kecemasan di antara para orang tua tentang pendidikan putra-putrinya.

Pertama, apakah putra-putrinya bisa masuk sekolah sesuai yang diinginkan. Kedua, jika tidak, apakah mampu membayar biaya sekolah yang dinilai mahal oleh banyak kalangan.

Dalam proses pemintaran dan pemberdayaan pendidikan, menjalankan peran orang tua bukanlah sesuatu yang mudah dalam kondisi sistem pendidikan yang telah salah kaprah menganut paham privatisasi dan liberalisasi.

Kemunafikan bahkan kejahatan dalam praktik pendidikan bisa dilihat dari hal-hal yang dianggap kecil dan sederhana. Akan tetapi, sesungguhnya berimplikasi besar bagi keberlangsungan pendidikan bagi rakyat kecil, terutama warga miskin.

Terlebih lagi, ketika pihak sekolah berhasil memengaruhi dan memobilisasi orang tua siswa, dewan sekolah, dan pihak-pihak terkait untuk menyetujui adanya pungutan dengan dalih untuk peningkatan mutu. Dalam hal ini, mekanisme pasar seolah-olah menjadi hal yang halal dan wajar.

Senang atau tidak senang dan suka atau tidak suka, li¬beralisasi, komersialisasi dan privatisasi di tubuh lembaga pendidikan kita berdampak pada tingginya biaya pendidikan. Karenanya, rakyat kecil tidak lagi bisa menjangkau biaya pendidikan yang terkadang memang tidak realistis.

Kejengkelan terhadap sistem pendidikan yang tidak berpihak pada kaum miskin seolah menjadi mata rantai yang terus melilit leher rakyat kecil. Lalu, siapa yang peduli terhadap mahalnya biaya pendidikan? Benarkah pendidikan yang mahal pasti bermutu? Lalu siapa yang bisa menghentikan laju mahalnya biaya pendidikan di negeri ini?

Salah Lumrah?

Dengan semangat privatisasi (otonomi), sekolah tanpa sadar atau malah sangat menyadari, telah menempatkan diri sebagai “makelar” dalam arti sesungguhnya. Sekolah dimanfaatkan sebagai ladang subur untuk mendulang keuntungan lewat sistem penerimaan siswa baru, penarikan uang gedung, sumbangan pendidikan, pembelian buku paket pelajaran, kain seragam, dan program akselerasi, Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), serta berbagai istilah lainnya, yang pada akhirnya hanya membebani masyarakat dengan berbagai pungutan yang tidak murah.

Dengan alasan otonomi dan peningkatan mutu pendidikan, sekolah nyaris kehilangan rohnya sebagai lembaga yang seharusnya lebih humanis sebagai tempat menimba ilmu dan menempa pekerti.

Sekolah tidak lagi menjadi tanggungan pemerintah, cukup diserahkan pada mekanisme pasar. Di situlah sekolah berangsur-angsur menjadi tempat eksklusif yang memberikan pelayanan hanya bagi mereka yang mampu membayar.

Sekolah yang dicita-citakan dapat memberikan kesempatan pendidikan yang murah bagi kebanyakan anak negeri ini, namun toh akhirnya yang menikmati adalah kalangan yang beramunisi finansial besar.

Pragmatisme pendidikan semacam inilah yang sesungguhnya salah, tetapi masih dianggap lumrah (dalam batas kewajaran). Namun, ini akhirnya mengakibatkan biaya sekolah menjadi sangat mahal dan elitis, dalam arti cuma menjadi wilayah para borjuis (orang-orang berduit). Sementara itu, anak-anak yang berpotensi namun tidak memiliki cukup biaya harus terpental sebelum sampai bangku sekolah.

Dengan demikian, menanggapi realitas mahalnya biaya pendidikan dan praktik privatisasi yang kian masif, kiranya kita semua tidak perlu berpangku tangan dan sibuk mencari kambing hitamnya.

Masing-masing diri dari kita mempunyai tanggung jawab untuk ambil bagian membantu membebaskan ge¬nerasi bangsa ini dari sistem sekolah yang mahal. Ini karena hanya kepedulian dan kesadaran dari masyarakatlah yang menjadi kunci kebangkitan pendidikan yang bermutu dan terjangkau. Lalu, atas pemahaman tersebut, masyarakat akan menjadi kritis dan mampu menentukan pilihannya sendiri.

Meminjam istilah Eko Prasetyo (2004), inilah yang dimaksud dengan melawan sekolah mahal lewat gerakan sosial. Fakta yang ditemukan membeberkan bukti bahwa ternyata sekolah itu sangat mahal, sedemikian mahalnya sehingga tidak bisa dijangkau anak-anak orang miskin, karena orang tua mereka tak mampu membayarnya. Untuk itu, diperlukan sebuah gerakan radikal agar sekolah bisa murah.

Oleh karena itu, selain adanya kesadaran dan kepedulian serta langkah konkret yang terus-menerus diusahakan oleh masyarakat, sekolah, atau siapa pun yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan, seharusnya mereka tidak menafikan siswa dan wali murid siswa karena latar belakang sosial ekonomi yang berbeda.

Memang tidak banyak pihak yang mau peduli dan memahami posisi demikian, melainkan kebanyakan lebih sibuk dengan urusannya sendiri dan lebih suka menyoal isu-isu sensasional terkini, seperti kasus video mesum mirip artis, makelar kasus pajak, skandal Bank Century, kasus Anggodo Wijoyo, Bibit-Chandra vs Polri, ketimbang harus bersusah payah mengurai benang kusut citra pendidikan di negeri ini.

Di tengah suasana seperti inilah, sudah selayaknya pemerintah dan pihak-pihak terkait merumuskan regulasi untuk penetapan tarif pem¬biayaan pendidikan. Artinya, pemerintah sesuai dengan kapasitas dan fungsinya adalah memberikan perlindungan bagi masyarakat, termasuk dalam praktik penyelenggaraan pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar sekalipun.

Memanusiakan Manusia

Pendidikan, menurut Paulo Friere, adalah pendidikan yang berporos pada keberpihakan terhadap kaum tertindas (the oppressed). Kaum tertindas bisa bermacam-macam, tertindas rezim otoriter, tertindas oleh struktur sosial-ekonomi-politik yang tak adil dan diskriminatif, tertindas karena warna kulit, agama, gender, ras dan sebagainya.

Paling tidak menurut Friere, ada dua ciri orang tertindas. Pertama, mereka mengalami alienasi dari diri dan lingkungannya. Mereka tidak bisa menjadi subjek otonom, tetapi hanya mampu mengimitasi orang lain. Kedua, mereka yang mengalami self-depreciation, merasa bodoh, tidak mengetahui apa-apa.

Manusia bagi Friere adalah incompleted and unfinished beings. Untuk itulah manusia dituntut selalu berusaha menjadi subjek yang mampu meng¬ubah realitas eksistensialnya.

Menjadi subjek atau makhluk yang lebih manusiawi, dalam pandangan Friere adalah panggilan ontologis (ontological vocation) manusia. Filsafat pendidikan Friere bertumpu pada keyakinan, manusia secara fitrah mempunyai kapasitas untuk mengubah nasibnya.

Dengan demikian tugas utama pendidikan (sekolah) sebenarnya sebagai usaha untuk memanusiakan manusia (people empowerment). Ini bukan bentuk pemerahan terhadap peserta didik dengan segala akal bulus caranya.

Sekolah bermutu dan terjangkau untuk semua kalangan akan bisa terwujud jika pemerintah, pejabat terkait, dan seluruh elemen bangsa, terutama orang tua, guru, kepala sekolah, memiliki kesadaran dan kemauan untuk menata, saling mengisi, dan saling melengkapi dalam membangun sistem pendidikan yang benar-benar memihak pada kepentingan rakyat. Jika hal demikian bukanlah harapan bangsa ini, bisa jadi pendidikan di negeri ini telah mati.


(Sumber: Sinar Harapan, 12 Juli 2010)

Indonesia Merdeka ....?!

Merdeka .... ?!?!

Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif, mengatakan, warga Indonesia hingga saat ini belum merdeka. “Warga kita belum merdeka. Mental budak masih setia bersama kita,” tegas dia, ketika berbicara pada Forum Koordinasi dan Konsultasi Peningkatan Penghayatan dan Implementasi Pancasila di Universitas Andalas Padang, Selasa.

Ia mengatakan, pada waktu proklamasi, yang diproklamirkan adalah kemerdekaan bangsa, belum menyatakan kemerdekaan warga. “Mental budak harus cepat diubah dari bangsa Indonesia. Gaya kita, pemimpin dan aparat masih suka dilayani. Memang enak dilayani daripada melayani,” kata dia menyindir.

Ia juga mengatakan, bangsa ini sangat piawai dalam merumuskan, namun rapuh dalam melaksanakan. “Kita mengatakan melayani. Namun yang berlaku dilayani. Kita tidak jujur terhadap apa yang kita katakan,” tambahnya.

Pada kesempatan itu, ia mengajak bangsa Indonesia untuk betul-betul kembali pada nilai-nilai Pancasila. “Jangan hanya main-main Pancasila kalau tidak sungguh-sungguh. Bangsa ini akan terus begini kalau tidak sungguh-sungguh. Kalau sudah pecah, bangsa ini baru sadar,” kata dia.

Tokoh yang meraih penghargaan Magsaysay untuk kategori Perdamaian dan Pemahaman Internasional itu menekankan pentingnya keteladanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut guru besar sejarah itu, masalah yang dihadapi bangsa ini sungguh sangat mendasar, sifatnya kultural. “Dengan kata lain, yang rapuh dan yang rusak adalah kultur bangsa,” kata dia.

Menurut dia, kebiasaan melakukan dosa dan dusta tidak lagi dipandang aib, bahkan ada yang merasa bangga. Koruptor yang telah dihukum penjara misalnya, setelah keluar petualangannya tidak semakin reda, tetapi malah semakin kambuh. “Sebagian malah kebal hukum, berkat kerjasamanya dengan aparat penegak hukum. Dengan demikian, dalam banyak kasus orang akan sulit membedakan antara pejabat dan penjahat,” kata dia.

Ia mengungkapkan, sudah amat kecil jumlahnya mereka yang mau menghayati Pancasila karena dianggap akan menghambat langkah untuk “berebut tulang” dan rezeki dalam pertarungan politik dan ekonomi dan ekonomi di tengah-tengah penderitaan rakyat yang belum berakhir.(*an/z)

Waduh! Gudang Bulog Didominasi Beras Impor

Swasembada VS Beras Impor 

Perum Bulog seharusnya menyerap beras-beras dari petani lokal. Namun kenyataannya hampir seluruh beras yang terdapat di salah satu gudang besar Bulog di Sidoarjo, Jawa Timur dipenuhi oleh beras impor. Sebanyak 289.000 ton beras yang ada di gudang tersebut merupakan beras impor.

Anggota DPR RI Komisi IV F-PKS, Rofi Munawar menyebutkan, ketika dirinya mengunjungi gudang beras Bulog Sidoarjo, Jawa Timur ditemukan 290.000 ton beras. Dari jumlah itu, hanya 1.000 ton yang berasal dari petani lokal.

"Temuan ini cukup ironis, impor beras yang dilakukan oleh Bulog ternyata dilakukan hanya untuk memenuhi gudang-gudang dengan beras dari negara lain. Ini semakin menegaskan bahwa keamanan dan ketahanan pangan kita bergantung dari impor," katanya seperti yang dikutip dari siaran pers yang diterima detikFinance, Sabtu (27/8/2011).

Menurut Rofi, Perum Bulog seharusnya menjadi bantalan stok beras nasional dengan menyerap beras dari petani lokal. Namun, dengan lebih dominannya beras impor yang ada di gudang Bulog ini membuat beras-beras lokal menjadi tidak berharga.

“Seharusnya gudang Bulog dipenuhi dengan beras dari petani lokal, adapun beras impor hanya pelengkap. Namun, apa yang terjadi justru berbeda 180 derajat, beras lokal terpuruk sedangkan beras impor mendominasi," tuturnya.

Rofi menyangka, temuan diri membanjirnya beras impor di gudang Bulog Sidoarjo, Jawa Timur, ini bukan tidak mungkin dapat ditemui di gudang-gudang Bulog lainnya. Apabila hal tersebut memang benar adanya, Rofi menilai perum Bulog tidak sungguh-sungguh dalam menyerap beras petani dalam negeri.

"Temuan ini bukan tidak mungkin terjadi di gudang-gudang Bulog lainnya di seluruh Indonesia. Jika ini terjadi tentu menjadi sebuah gambaran rendahnya kesungguhan Bulog dalam menyerap beras dari petani lokal. Seharusnya dengan infrastruktur yang dimiliki Bulog tidak sulit untuk menyerap gabah dari petani," imbuhnya.

Padahal Bulog memiliki Inpers No.8 tahun 2011 yang dapat membeli gabah dan beras petani sesuai dengan harga pasar dengan pantauan BPS. "Tetapi kenyataan di lapangan sebaliknya, ini menunjukkan pelaksanaan Inpres tersebut tidak efektif," tandasnya.

Dari catatan Rofi, pemerintah telah memastikan penghentian impor beras per 31 Maret 2011 dengan alasan masa panen raya padi sedang berlangsung dan dipastikan stok beras secara nasional cukup untuk 5-6 bulan ke depan. Namun, pemerintah tetap saja melakukan impor beras pada pertengahan Agustus lalu dari Vietnam.

"Kondisi itu tidak bertahan lama, empat bulan berselang ternyata pertengahan Agustus Bulog telah melakukan impor beras dari Vietnam sebesar 500.000 ton beras yang masuk dari 20 pelabuhan di seluruh indonesia.

Rofi juga mengtakan, pemerintah telah siap kembali memasukan beras dari Thailand pada September 2011 mendatang sebesar 300.000 ton. "Kemudian dilanjutkan di bulan September direncanakan impor beras dari Thailand sebesar 300.000 ton," tambahnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat selama Januari-Juni 2011 impor pangan Indonesia senilai US$ 5,36 miliar (kurang lebih Rp 45 triliun). Di 2011 Pemerintah memberikan kuota impor beras sekitar 1,5 juta ton. Realisasi impor beras ini akan dilakukan hingga Februari 2012. Saat ini sekitar 3.850 ton beras telah masuk, jika di total 800.000 ton beras diproyeksikan masuk selama 2011.

8.9.11

Apa aja sih 18 kebohongan Pemerintah SBY??

SBY Hormat Bendera


Jakarta (voa-islam.com) Para aktivis, di antaranya Yudi Latief, Maemunah, Halid Muhammad, Ray Rangkuti, dan Tama S Langkun, Senin (10/1), menyampaikan 9 kebohongan lama dan 9 kebohongan baru, artinya ada 18 kebohongan yang dilakukan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Berikut petikannya :

Sembilan kebohongan lama tersebut antara lain:

Pertama pemerintah mengklaim bahwa pengurangan kemiskinan mencapai 31,02 juta jiwa. Padahal dari penerimaan beras rakyat miskin tahun 2010 mencapai 70 juta jiwa dan penerima layanan kesehatan bagi orang miskin (Jamkesmas) mencapai 76,4 juta jiwa.

Kedua, Presiden SBY pernah mencanangkan program 100 hari untuk swasembada pangan. Namun pada awal tahun 2011 kesulitan ekonomi justru terjadi secara masif.

Ketiga, SBY mendoronga terobosan ketahanan pangan dan energi berupa pengembangan varietas Supertoy HL-2 dan program Blue Energi. Program ini mengalami gagal total.

Keempat, Presiden SBY melakukan konferensi pers terkait tragedi pengeboman Hotel JW Mariot. Ia mengaku mendapatkan data intelijen bahwa fotonya menjadis asaran tembak teroris. Ternyata foto tersebut merupakan data lama yang pernah diperlihatkan dalam rapat dengan Komisi I DPR pada tahun 2004.

Kelima, Presiden SBY berjanji menuntaskan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir sebagai a test of our history. Kasus ini tidak pernah tuntas hingga kini.

Keenam, UU Sistem Pendidikan Nasional menuliskan anggaran pendidikan harus mencapai 20% dari alokasi APBN. Alokasi ini harus dari luar gaji guru dan dosen. Hingga kini anggaran gaji guru dan dosen masih termasuk dalam alokasi 20% APBN tersebut.

Ketujuh, Presiden SBY menjanjikan penyelesaian kasus lumpur Lapindo dalam Debat Calon Presiden Tahun 2009. Penuntasan kasus lumpur Lapindo tidak mengalami titik temu hingga saat ini.

Kedelapan, Presiden SBY meminta semua negara di dunia untuk melindungi dan menyelamatkan laut. Di sisi lain Presiden SBY melakukan pembiaran pembuangan limbah di Laut Senunu, NTB, sebanyak1.200 ton dari PT Newmont dan pembuangan 200.000 ton limbah PT Freeport ke sungai di Papua.

Kesembilan, tim audit pemerintah terhadap PT Freeport mengusulkan renegosiasi. Upaya renegosiasi ini tidak ditindaklanjuti pemerintah hingga kini.

Nabi Muhammad SAW bersabda, Maksud Hadits:

Tanda-tanda orang munafik ada tiga hal yaitu:

1 . Apabila ia berbicara, berbohong

2. Apabila berjanji, ingkar

3. Apabila dipercaya, berkhianat

(HR. Bukhari dan Muslim)

Sedangkan 9 kebohongan baru SBY, di antaranya:

Pertama, dalam Pidato Kenegaraan 17 Agustus 2010 Presiden SBY menyebutkan bahwa Indonesia harus mendukung kerukunan antarperadaban atau harmony among civilization. Faktanya, catatan The Wahid Institute menyebutkan sepanjang 2010 terdapat 33 penyerangan fisik dan properti atas nama agama dan Kapolri Bambang Hendarwso Danuri menyebutkan 49 kasus kekerasan ormas agama pada 2010.

Kedua, dalam pidato yang sama Presiden SBY menginstruksikan polisi untuk menindak kasus kekerasan yang menimpa pers. Instruksi ini bertolak belakang dengan catatan LBH Pers yang menunjukkan terdapat 66 kekerasan fisik dan nonfisik terhadap pers pada tahun 2010.

Ketiga, Presiden SBY menyatakan akan membekali Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan telepon genggam untuk mengantisipasi permasalahan kekerasan. Aksi ini tidak efektif karena di sepanjang 2010, Migrant Care mencatat kekerasan terhadap TKI mencapai 1.075 orang.

Keempat, Presiden SBY mengakui menerima surat dari Zoelick (Bank Dunia) pada pertengahan 2010 untuk meminta agar Sri Mulyani diizinkan bekerja di Bank Dunia. Tetapi faktanya, pengumuman tersebut terbuka di situs Bank Dunia. Presiden SBY diduga memaksa Sri Mulyani mundur sebagai Menteri Keuangan agar menjadi kambing hitam kasus Bank Century.

Kelima, SBY berkali-kali menjanjikan sebagai pemimpin pemberantasan korupsi terdepan. Faktanya, riset ICW menunjukkan bahwa dukungan pemberantasan korupsi oleh Presiden dalam kurun September 2009 hingga September 2010, hanya 24% yang mengalami keberhasilan.

Keenam, Presden SBY meminta penuntasan rekening gendut perwira tinggi kepolisian. Bahkan, ucapan ini terungkap sewaktu dirinya menjenguk aktivis ICW yang menjadi korban kekerasan, Tama S Langkun. Dua Kapolri, Jenderal Bambang Hendarso Danuri dan Jenderal Timur Pradopo, menyatakan kasus ini telah ditutup.

Ketujuh, Presiden SBY selalu mencitrakan partai politiknya menjalankan politik bersih, santun, dan beretika. Faktanya Anggota KPU Andi Nurpati mengundurkan diri dari KPU, dan secara tidak beretika bergabung ke Partai Demokrat. Bahkan, Ketua Dewan Kehomatan KPU Jimly Asshiddiqie menilai Andi Nurpati melakukan pelanggaran kode etik dalam Pemilu Kada Toli-Toli.

Kedelapan, Kapolri Timur Pradopo berjanji akan menyelesaikan kasus pelesiran tahanan Gayus Tambunan ke Bali selama 10 hari. Namun hingga kini, kasus ini tidak mengalami kejelasan dalam penanganannya. Malah, Gayus diketahui telah sempat juga melakukan perjalanan ke luar negeri selama dalam tahanan.

Kesembilan, Presiden SBY akan menindaklanjuti kasus tiga anggota KKP yang mendapatkan perlakuan tidak baik oleh kepolisian Diraja Malaysia pada September 2010. Ketiganya memperingatkan nelayan Malaysia yang memasuki perairan Indonesia. Namun ketiganya malah ditangkap oleh polisi Diraja Malaysia. Sampai saat ini tidak terdapat aksi apapun dari pemerintah untuk nmenuntaskan kasus ini dan memperbaiki masalah perbatasan dengan Malaysia.

(Dari berbagai sumber)

http://www.voa-islam.com/news/indonesia/2011/01/16/12809/apa-aja-sih-18-kebohongan-pemerintah-sby/

SBY Ibarat Panglima yang Berteriak “Perangi Korupsi”, Tapi Tak Pernah Terjun ke Medan Tempur

SBY - Panglima Korupsi Bullshit Tai Kebo

Perang melawan korupsi yang diserukan SBY dalam janji kampanyenya dinilai sejumlah kalangan Cuma isapan jempol. Bagai seorang panglima, SBY cuma bisa serukan ‘perang’ tapi tak pernah menghunus senjata dan memimpin langsung pasukannya ke medan tempur. Mungkin seperti inilah gambaran dari sejumlah orang yang merasa kecewa atas kepemimpinan SBY dalam pemberantasan korupsi. Demikian dikatakan Direktur Lembaga Studi Islam dan Kebudayaan, Umar Hamdani.

Hal senada juga diungkapkan pengamat politik President University, Hendra Manurung. Menurut Hendra, komitmen SBY dianggap Hendra lemah karena proses hukum terhadap kasus dugaan korupsi yang melibatkan kekuasaan dan kader partai yang berkuasa cenderung lamban.

“Dia perangi korupsi, tapi cuma bilang perang. Tidak ada komitmen. Buktinya, di sekelilingnya berserakan korupsi termasuk yang sekarang ini menyeret nama M Nazaruddin,” katanya

KPK pun, katanya, seperti menunggu kedipan mata penguasa untuk memulai menangani perkara yang melibatkan lingkar kekuasaan. “SBY hanya bicara ke publik tindak korupsi, sementara dalam pelaksanaannya masih jadi tanda tanya,” kata Hendra.

Kritik yang sama juga dilontarkan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsudin. Menurut Din, SBY telah mangkir dalam upaya pemberantasan korupsi seperti yang diamanatkan dalam reformasi nasional.

SBY CUma Beri Janji
"Presiden hanya bisa ngomong, berhenti pada pernyataan, tapi tidak berlanjut pada kenyataan. Ini yang saya sebut mangkir, karena membiarkan tindakan korupsi," kata Din dalam acara penutupan Tanwir XXIV Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, di Serang, Banten, Jumat 27 Mei 2011.

Tidak hanya dinilai mangkir, SBY juga dianggap telah melakukan kemungkaran. Menurut Din, kata mangkir berhubungan dengan kata mungkar, maka yang melakukan kemangkiran atau orang mangkir adalah orang yang berbuat mungkar.

"Di situlah berlaku nahi mungkar, di samping amar ma’ruf," jelasnya.

Din Syamsudin juga menilai SBY terkesan membiarkan dugaan korupsi yang terjadi di lingkungan pemerintahan, terutama di beberapa kementerian, seperti di Kementerian Agama, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, dan dugaan korupsi yang mencuat akhir-akhir ini di Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Dia menegaskan, seharusnya dugaan-dugaan itu jangan dibiarkan, dan hanya diserahkan pada Komisi Pemberantasan Korupsi saja. Tapi, Presiden harus mengambil langkah-langkah. Dia juga berharap pemerintah efektif dan bekerja secara serius dalam pemberantasan korupsi.

"Tapi kenyataannya, pemerintah sekarang tidak hadir dalam upaya pemberantasan korupsi," jelas Din.

Menyikapi kondisi tersebut, Din Syamsudin mengatakan perlu ada gerakan koalisi masyarakat madani atau gerakan civil society untuk mendesakkan pemberantasan korupsi.

Dia juga prihatin dengan keterpurukan bangsa yang sering ditutup-tutupi pemerintah dengan intervensi asing dalam kehidupan ekonomi di bidang strategis. Menurut dia, Muhammadiyah merasakan langsung dampak keterpurukan bangsa ini, akibat ekonomi yang tidak berpihak pada rakyat seperti sekarang ini. "Pemerintah jangan menutup mata dan menutup telinga terhadap kritik-kritik rakyat," katanya
"Tak usah lihat Presiden Yudhoyono itu dari sekte politik mana. Jadikan korupsi musuh bersama, dan Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY sebagai 'Panglima Perang Pemberantasan Korupsi'," kata Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Partai Karya Perjuangan (Pakar Pangan), Donny Lumingas di Jakarta, Sabtu (20/9).

Ia menambahkan, upaya mempertahankan dan mengisi kemerdekaan lewat berbagai program pembangunan serta usaha-usaha menyejahterahkan rakyat mesti diimbangi dengan peningkatan disiplin hidup bermasyarakat, maupun bernegara. Ketidakadilan dan diskriminasi serta korupsi merupakan penyakit-penyakit kronis yang merusak upaya luhur bangsa ini memajukan NKRI.

Karena itu, ia berpendapat, tidak masalah jika kepada Presiden SBY diberikan mandat baru sebagai 'Panglima Perang' Pemberantasan Korupsi.

"Dengan begitu, setiap pimpinan bangsa ini dari waktu ke waktu ada padanan perannya, yakni Proklamator Bangsa untuk Bung Karno, Bapak Pembangunan bagi Pak Harto serta 'Panglima Perang Pemberantasan Korupsi' kepada SBY," ujarnya.

Bagi para pimpinan partai berlambang "Beringin Merah 17" ini, dukungan 100 persen telah dicanangkan hingga ke tingkat basis, untuk bersama-sama SBY memerangi korupsi, kolusi dan nepotisme.

"Termasuk menghajar habis para pelindung koruptor itu sendiri sebagaimana telah dilansir banyak pihak masih berkeliaran bebas di dalam bahkan di luar negeri," imbuhnya.

Karena itu, ia mendesak KPK selaku instrumen utama memerangi korupsi dan koruptor, harus peka dengan berbagai masukan publik.

"Termasuk segera menindaklanjuti bukti-bukti yang diperoleh sejumlah lembaga atau individu, termasuk dari ICW, agar segera diproses, jangan pilih-pilih kasus atau istilahnya tebang pilih," tegasnya.

Misalnya, ungkapnya, untuk masukan terakhir menyangkut kasus yang melibatkan Aulia Pohan, Anwar Nasution dan kawan-kawan terkait perkara aliran dana Bank Indonesia (BI) ke berbagai pihak, menggunakan uang yayasan bank sentral tersebut.

"Kan sudah jelas, ICW melalui peneliti hukumnya, Febri Diansyah dan Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan, Emerson Yunto, sudah punya bukti-bukti kasus itu. Semua fakta kuat yang merupakan bukti hukum itu menyangkut keterlibatan Aulia Pohan dan Anwar Nasution. Semuabukti dan fakta hukum itu sudah diserahkan ke KPK. Ini kasus besar, dan harus tuntas di era kepemimpinan 'Panglima Pemberantasan Korupsi' SBY," tegas

Maket Pembangunan Gedung Baru DPR Senilai Rp 1,6 Trilliun

Gedung Baru DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dilengkapi kolam renang, Spa dan pijit, macam hotel berbintang saja, rakyat pun makin sengsara. Walaupun banyak kritik dan keberatan kiri-kanan namun pembangunan megaproyek gedung baru DPR RI tetap berlanjut. Tendernya telah di buka pada tanggal 31 Agustus tahun 2011 ini.

Gedung DPR Baru - Hotel DPR baru
Usut punya usut pembangunan gedung baru DPR adalah rekomendasi tim peningkatan kerja anggota dewan. Meski banyak menimbulkan pertentangan di masyarakat, DPR terus mensosialisasi pentingnya gedung baru tersebut. Bangunan senilai Rp 1,6 triliun ini rencananya akan mulai dikerjakan Oktober tahun ini. Dana APBNP 2010 sebesar Rp 250 miliar juga akan segera di gunakan setelah peletakan batu pertama.

Dilain pihak, Marzuki Alie Ketua DPR mengiming-imingi berjanji akan membatalkan proyek gedung baru DPR itu dan secara terbuka menerima kritikan dari masyarakat terkait pembangunan gedung baru tersebut. "Mau tidak mau, suka tidak suka pembangunan ini harus tetap dilanjutkan, kalau ada kritik kita terima saja," kata Marzuki Alie. Menurutnya fasilitas seperti kolam renang dan Spa itu perlu untuk menunjang kinerja anggota dewan. "Untuk rehat Dewan harus disiapkan karena mereka seringkali kerja hingga malam," katanya.

Dilain kesempatan Marzuki Alie juga mengatakan "Tidak ada satu pun parlemen di dunia yang ada spa atau tukang pijitnya. Jadi saya pastikan tidak ada spa ataupun kolam renang di gedung baru, semua fasilitasnya standar," ujar Ketua DPR Marzuki Alie dalam konferensi pers di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (31/8/2010) dikutip dari detiknews.

Sebap terjadinya kritikan adalah adanya fasilitas mewah yang akan dihadirkan dalam gedung wakil rakyat itu. Fasilitas dimaksud seperti kamar istirahat lengkap dengan spring bednya, kolam renang, dan spa. "Gedung baru dibangun sebanyak 36 lantai, dilengkapi ruang rekreasi di lantai paling atas. Fasilitasnya kebugaran, spa, apotek, kolam renang, toko (mini market).

Sarana ruang rekreasi diharapkan dapat menjadi hiburan santai anggota DPR di tengah melaksanakan tugas legislasi. "Agar anggota DPR bisa rileks," jelas tim leader teknis pembangunan, luas bangunannya hingga kini masih belum ditentukan. harus dihitung atas dasar luas jumlah total lantai bangunan. dan orang yang akan berada di gedung baru DPR tersebut.

Sebelumnya gedung baru DPR disebut mencapai luas 157.000 meter persegi. Masing-masing anggota dewan memiliki ruang kerja seluas 120 meter persegi. Ruang kerja tersebut terdiri dari ruang kerja anggota, ruang staf ahli dan asisten pribadi, ruang rapat kecil, kamar istirahat, kamar mandi, WC, dan ruang tamu. Meskipun sejumlah anggota DPR dari FPD seperti Venna Melinda mendukung pembanguan Gedung Baru DPR yang difasilitasi kolam renang dan Spa, namun tiga pimpinan DPR menolak rencana yang dianggap tidak sesuai dengan amanat kerja DPR ini.
mau lihat lebih jelas gambarnya nya? cek aja di http://www.dpr.go.id/id/sosialisasi-gedung/gambar

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Marzuki Alie diminta tidak cuci tangan atau lepas tangan terhadap kebobrokan yang terjadi terkait dengan kinerja DPR saat ini.

Demikian rangkuman pendapat Direktur Indonesian Parliamentary Center (IPC) Sulastio, Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin, dan Sekretaris Fraksi PPP DPR Romahurmuziy yang disampaikan secara terpisah di Jakarta, Minggu (22/5).

Sementara itu, DPR akan melanjutkan pembahasan gedung baru dalam rapat pimpinan (rapim) parlemen pada pekan ini.

Ketua DPR Marzuki Alie sendiri mengatakan, banyak anggota DPR yang masih muda dan berwajah baru justru membuat lembaga parlemen makin bobrok. "70 persen yang muda dan baru-baru itu justru membawa petaka," katanya.

Design Gedung DPR 
Dia mengatakan, sejak September 2009, berdasarkan hasil survei sebuah lembaga, kepercayaan publik terhadap legislatif terus menurun pada kisaran 24 persen. Padahal, DPR diharapkan sebagai produk reformasi yang mampu berbuat lebih meningkatkan kesejahteraan rakyat.

"Tetapi, setelah 10 tahun berjalan, apa yang terjadi? Kasus korupsi, asusila, dan arogansi justru terjadi pada anggota DPR. DPR itu menjadi sumber masalah. Itu fakta," katanya.

Menurut dia, peralihan kekuasaan dari Orde Baru ke Orde Reformasi diharapkan mampu mengubah kesan DPR dari pemberi legitimasi kebijakan penguasa menjadi badan kontrol dan penyambung aspirasi publik. Tetapi, peran itu tak mampu dijalankan anggota DPR.

"Yang duduk di DPR sekarang itu hanya memikirkan duit dan duit saja. Hampir seperti selebriti, cari panggung, ngomong sana-ngomong sini. Sementara yang tidak bisa ngomong hanya datang, absen lalu pulang," ujarnya.

Untuk itu, tak ada cara selain melakukan perubahan mendasar di lembaga perwakilan rakyat tersebut. "Perubahannya melalui sistem. Karena itu, kita buat rencana strategis. Kita harus ubah total. Proses kaderisasi di partai politik itu harus berjalan, harus ada pembenahan secara sistematis," ujarnya.

Sulastio menilai buruknya kinerja DPR saat ini tidak lepas dari andil Marzuki Alie selaku Ketua DPR. Dengan demikian, pernyataan yang melimpahkan kesalahan terhadap anggota DPR secara individu juga tidak sepenuhnya tepat.

"Tidak selayaknya Marzuki Alie mengeluarkan pernyataan yang menyalahkan anggota DPR yang baru dan minim pengalaman sebagai satu-satunya penyebab bobroknya kinerja DPR," katanya.

Menurut dia, sebagai pimpinan DPR, seharusnya Marzuki Alie mampu mengambil solusi atau strategi yang mampu membenahi kondisi atau citra DPR yang makin buruk di masyarakat.

Sulastio berpendapat, pernyataan Marzuki Alie kurang tepat mengingat Ketua DPR tersebut juga merupakan kader Partai Demokrat yang secara persentase menyumbang jumlah anggota DPR terbesar di parlemen.

"Harusnya dia berpikir ulang. Jangan mencari kambing hitam. Apalagi sebagai kader Partai Demokrat, pernyataan itu seperti menampar diri sendiri," katanya.

Sementara itu, Lukman mengaku kaget sekaligus prihatin dengan pernyataan Ketua DPR Marzuki Alie yang menyebutkan 70 persen anggota DPR membuat parlemen makin bobrok dan membuat petaka.

Dia merasa tidak yakin dengan kebenaran angka yang dikemukakan Marzuki. Sebab, menurut dia, masih lebih banyak anggota DPR yang lebih baik dan produktif. "Saya meyakini masih lebih banyak anggota DPR yang tidak membuat petaka," ujarnya.

Dia mengajak kepada siapa saja untuk tidak mudah terjebak pada asumsi dan generalisasi tanpa pencermatan yang mendalam. Jangan karena polah beberapa angota DPR, kemudian seenaknya menyimpulkan tanpa data dan fakta yang sebenarnya. "Angka 70 persen itu luar biasa besarnya," katanya.

Sedangkan Romahurmuziy menilai, penyataan Ketua DPR Marzuki Alie yang menyatakan bahwa 70 persen anggota DPR muda dan pendatang baru hanya membuat lembaga parlemen makin bobrok adalah pernyataan yang tidak berdasar.

"Saya yang masih masuk kategori yang muda menganggap pernyataan itu salah alamat. Kenapa saya katakan salah alamat? Sebab, pernyataan itu tidak ada dasarnya," katanya.

Menurut dia, jika yang menjadi alasan Ketua DPR menyangkut kasus yang menimpa kader baru Fraksi Partai Demokrat Muhamad Nazaruddin, sebaiknya tidak digunakan untuk menggeneralisasi fraksi-fraksi lain. "Jangan gunakan itu untuk menggeneralisasi fraksi lain," katanya.

Sementara itu, pimpinan DPR kembali mengumpulkan pimpinan fraksi di DPR dalam rapat pimpinan (rapim) membahas kelanjutan gedung baru DPR pada pekan ini.

Ketua Fraksi PDIP DPR Tjahjo Kumolo menegaskan, sikap fraksinya tetap konsisten meski dana pembangunan gedung baru DPR telah turun dan hal itu akan disampaikan dalam rapim.

Pernyataan senada juga disampaikan Sekretaris Fraksi PAN DPR Teguh Juwarno.

Perilaku Bobrok Anggota Dewan Cermin Negara Gagal

Nonton Bokep Fasilitas DPR
Perilaku bobrok anggota Dewan, baik DPR maupun DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, merupakan cerminan dari penyakit kronis di negara gagal.

Parahnya lagi, perilaku seperti itu dibiarkan terus berlangsung oleh masyarakat yang apatis dan kaum intelektual yang melacurkan diri pada kegiatan praktis sehingga tidak mampu berpikir analisis dan bersuara kritis.

"Bagi saya perilaku bobrok anggota dewan itu baru segelintir dari kesalahan pengelolaan tata negara di negara yang bobrok. Bahkan eksekutif jauh lebih bobrok lagi daripada legislatif. Harusnya media terus mengkritisi kedua lembaga negara itu karena sama-sama bobrok," kata pengamat politik Universitas Riau, Alimin Siregar, kepada Media Indonesia di Pekanbaru, Minggu (10/4).

Perilaku anggota DPR yang tertangkap tangan sedang menonton video porno saat sidang paripurna dan perilaku menyimpang anggota DPRD Pekanbaru yang digerebek diduga sedang pesta sabu-sabu, menurut Alimin, menunjukkan kesalahan fatal dari partai dalam merekrut kader.

Pertimbangan rekrutmen didasarkan atas logika pragmatis yang bertumpu pada kedekatan dengan pengurus tinggi partai. Rekrutmen salah itu juga mengabaikan rakyat sebagai representasi suara anggota dewan karena lebih mementingkan kemampuan financial si anggota dewan dalam meraih suara masyarakat.

"Wajar saja anggota dewan yang dilahirkan seperti itu. Jadi kesalahan itu bukan pada anggota dewan bersangkutan tapi kesalahan partai yang merekrut anggota dewan tersebut," ungkap Alimin yang juga anggota KPU Riau.

Alimin juga menyinggung soal fasiltas mewah yang dinikmati anggota dewan di DPR, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Legislatif menikmati fasilitas rumah mewah, mobil mewah, dan dana negara bermiliar rupiah.
Menurutnya sudah terjadi salah urus dalam penyelenggaraan Negara. Masyarakat sudah tak mampu lagi bersikap kritis dan cenderung memilih apatis.

Tidur Nyenyak Saat Sidang !!!
"Begitu juga kaum intelektual yang tidur. Banyak intelektual menjadi pelacur dan melacurkan diri pada kegiatan praktis. Mereka tak mampu berpikir besar, melahirkan pemikiran besar untuk mengajak kepada perubahan besar," tuturnya.

SBY Gagah Luarnya, Kecil Hatinya, Ciuuut Nyalinya

Beda Nyali Bung Karno dan SBY


Jika banyak masalah dalam negeri, seperti kasus video porno, ibu Prita, KPK, dan lain-lain, beliau sungguh tanggap, tapi kalo ada masalah dengan negeri lain khususnya si malingsia (istilah keren malaysia) sikap tegas dan gagah berani SBY langsung mengendor, nyali pun langsung menciuut.

Setelah dengerin pidato pak SBY soal sikap menghadapi malingsia, masyarakat Indonesia yang sudah dibuat geram menunggu sikap tegas satu-satunya pemimpin Indonesia pak SBY terhadap kelakuan malaysia eh pidatonya cuman “adem ayem”, gak ada nada keras keluar dari mulut SBY yang ada hanya sikap melow-melow bikin ngantuk yang denger. Yah minimal pidatonya aja yang berapi-api, bersemangat melindungi bangsa dan martabat negeri ini, mungkin dengan ancaman-ancaman kepada malingsia supaya gak neko-neko, atau dengan gerakan yang provokatif seperti gerakan ganyang malaysia oleh bung karno.

Gerakan ancam mengancam sebenarnya sudah lazim dilakukan antar negara yang lagi memanas meskipun toh cuma bualan belaka dan gak jadi perang beneran. Misal, india vs pakistan yang selalu memanas tapi nyatanya belum ada yang memulai “pegang senjata” karena sebenarnya cuma perang urat syaraf belaka. Iran vs israel yang jelas-jelas saling bermusuhan tapi cuma bisa saling mengancam dan ejek-ejekan. Paling hebat tentu amerika dan uni soviet yang sama sekali gak pernah kontak senjata sedikitpun. Jadi seumpama Indonesia marah atas kelakuan malaysia dengan tindakan profokativ mengancam kontak militer sekalipun sebenarnya cuma buat nunjukin kalau Indonesia masih punya harga diri jika rakyatnya dilecehkan negeri lain.

Malaysia yang cuma didemo dilempari ee’ manusia aja bisa marah-marah dan mengancam Indonesia tapi Indonesia yang sudah diremehkan lebih dulu dengan ditangkap dan dilecehkan 3 petugas kelautan yang jelas-jelas sedang bertugas melindungi tanah air, eh SBY malah menenangkan kemarahan rakyat Indonesia dan milih jalur diplomasi damai karena nyalinya yang ciut ketakutan kalau malaysia mendeportasi TKI. Selalu TKI yang dikambing hitamkan buat menutupi ketakutan dan lemahnya diplomasi pemerintah Indonesia padahal kalau ada TKI yang sengsara pun pemerintah tetep tinggal diam gak bisa melindungi hak-hak TKI.


Indonesia merindukan sosok pemimpin yang tegas, super heroik dan disegani semua bangsa seperti bung karno, meskipun sebenarnya AS jauh lebih kuat dari pada Indonesia tapi ketegasan bung karno membuat AS gak berani neko-neko apalagi si kecil malay. Gak seperti sekarang, meskipun amerika menganggap Indonesia negara yang penting tapi bagi AS Indonesia mudah banget “diobok-obok” kepentingan dalam negerinya dan tunduk sama amerika. Selain amerika, Indonesia dianggap remeh dan gampang diatur oleh china, rusia, australia, arab, dan si malingsia keparat tadi.

Rasanya pengin marah, kecewa, malu sama sikap SBY yang cemen tapi ya gimana cuma dia pemimpin negeri ini, yang terlanjur kucoreng wajahnya saat pemilu kemarin.

Ck ck ck SBY oh SBY…

Budaya Santun adalah budaya ketimuran yang sangat melekat pada diri setiap anak bangsa Indonesia terutama bagi anak bangsa yang mau menghayati budaya suku bangsanya. Namun bukanlah berarti kita akan santun dan lebih santun kepada orang atau kerabat yang jelas bersalah dan pernah menyakitkan hati orang lain. Apalagi kalau kita sebagai seorang panutan atau pemimpin yang dapat membedakan baik buruk salah dan benar. Bagi pemimpin yang tidak mampu melawan hati nuraninya yang berbisik “itu kerabatmu”,”itu adikmu sekandung”, Dia anakmu”, tapi mereka-mereka itu jelas dan nyata bersalah atau menyakitkan hati orang banyak, maka pemimpin itu, tidak layak menjadi panutan atau pemimpin karena beliau hanya pemimpin yang mampu mencari dalih dan alasan menutupi kelemahannya, namun sangat menyakitkan orang-orang yang dipimpinnya.
Apakah layak bangsa Indonesia yang populasinya lebih 200 juta memiliki pemimpin yang peragu dan berkesan tidak tegas?, Bagaimana dan dibawa kemana bangsa ini. Apakah anak bangsa ini ingin diciptakan menjadi manusia-manusia bermental tempe (Bung karno), atau manusia dan anak bangsa yang tidak bermoral dan menjadi budak bangsa lain. Apakah Pemimpin Indonesia yang bertype santun ini akan membiarkan bangsa lain menginjak-injak martabat bangsa Indonesia yang dulu sangat dihargai dan disegani !.
Exploitation de l’home par l’homme terhadap anak bangsa dibiarkan saja dinegeri orang tanpa ada jaminan dari pemimpin yang meragu, Pemimpin tersebut melihatnya dengan cukup mengelus dada demi persaudaraan serumpun.


Bung Karno pendiri Republik ini tidak akan tega melihat hal itu terjadi terhadap rakyatnya Dia akan mengatakan “Mana dadamu Ini dadaku,! Dialah pemimpin yang layak bagi Bangsa ini. Meskipun jumlah penduduk Indonesia pada saat itu tidak sebesar populasi sekarang namun Bung karno tidak pernah gentar menghadapi Malaysia yang dibelakangnya ada Inggeris dan australia bahkan negara-negara barat mendukung Malaysia ketika itu.

Oleh karenanya bila ada yang mengatakan tidak sama era Bung karno dengan sekarang justru karena itu, citra Indonesia sebagai negara Demokratis akan membuat lebih tegar menghadapi musuh-musuh yang melanggar ham dan teritorial.
Hanya yang liar berkorupsi saja yang tidak ingin terjadi peperangan dengan pelanggar kedaulatan Republik. dan hanya yang kemaruk kekuasaan dan kedudukan saja yang takut berperang dengan bangsa lain yang menindas anak bangsanya.

Ini sebagai Gambaran kekecewaan rakyat terhadap Pemimpin Yang peragu dan tidak tegas. maka Kini yang berkembang adalah budaya tebal muka seperti Budaya Korupsi, budaya tawuran, budaya demo, budaya arogan, budaya fitnah atau memutar balikkan fakta, budaya malas, dan banyak lagi semuanya dekat dengan pelanggaran hukum dan sangat memprihatikan . Bagai mana kelanjutan Bangsa ini?

Nazaruddin : KPK adalah perampok juga


Pemeriksaan Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap tersangka kasus suap wisma atlet SEA Games, M Nazaruddin berakhir. Nazaruddin meninggalkan gedung KPK pulul 18.26 WIB.

Dalam pemeriksaan tersebut, ia mengungkapkan adanya aliran uang kepada pimpinan KPK Chandra M Hamzah. “Itu poinnya bahwa uang kepada Pak Chandra (Chandra M Hamzah) sudah saya jelaskan kepada Komite Etik KPK. Yakni, tentang uang mengalir itu kapan dan proyek apa, urusannya apa. Proyek itu sempat disupervisi KPK,” ujar Nazaruddin kepada wartawan, Kamis (8/9/2011).

Ia juga menjelaskan mengenai alasan berbicara terbuka mengenai keterlibatan pimpinan KPK. Ia berjanji akan mengungkapkan hal itu kepada penyidik KPK dan kepada media massa.

“Saya akan bilang apapun di Komite Etik KPK dan saya akan ceritakan juga ke media supaya masyarakat ikut mengawasi dan memantau apa yang terjadi pada diri saya dan rekayasa terhadap saya.”

Kepada Komite Etik KPK Nazaruddin juga menjelaskan pertemuan dirinya dengan pimpinan KPK Ade Rahardja dan Chandra M Hamzah serta siapa saja yang terlibat di dalamnya.

“Hari ini yang saya jelaskan adalah tentang bagaimana Ade Rahardja dan Chandra M Hamzah secara jelas tanpa ada yang saya kurangi atau tambahi. Bahwa bagaimana sebenarnya pimpinan KPK adalah perampok juga,” tegas Nazaruddin.

Ia juga mempertanyakan mengapa istrinya dijadikan tersangka. Menurutnya, istrinya dijadikan tersangka sebagai balas dendam KPK kepada dirinya karena membongkar aib KPK.

“Apakah istri saya itu menjadi tersangka karena balas dendam atau karena memang ada fakta hukum. Karena saya lihat, istri saya tidak terlibat sama sekali. Dia menjadi tersangka Itu karena KPK balas dendam karena saya membuka masalah KPK. KPK kemudian menekan lewat istri saya. Saya akan buka fakta ini sejelas-jelasnya, terkait wisma atlet,” tutur Nazaruddin

Dugaan Korupsi Menakertrans Muhaimin Iskandar


Pengusaha Dharnawati mengungkap uang Rp 1,5 miliar yang disita KPK dalam kasus yang menjeratnya merupakan uang lebaran untuk Menteri tenaga kerja dan transmigrasi (Mennakertrans) Muhaimin Iskandar. Uang itu, menurut Dharnawati, bersifat pinjaman.

Dikatakan Dharnawati, untuk berkomunikasi soal uang itu, Muhaimin "menumbalkan" asistennya Fauzi. "Dia (Dharnawati) ada komunikasi juga dengan asisten pak Menteri pak Fauzi," tutur penasihat hukum Dharnawati, Farhat Abbas saat dihubungi, Kamis (1/9/2011).

Meski hanya berkomunikasi melalui Fauzi, Dharnawati, kata Farhat, mengenal baik sosok Muhaimin. "Tapi klien kami belum pernah dapat proyek (dari Muhaimin dan Kemennakertrans)," imbuh Farhat.

Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita Rp 1,5 miliar dalam penangkapan terhadap dua pejabat Kemennakertrans dan satu pengusaha bernama Dharnawati, Kamis lalu. Uang sebesar itu ternyata dana untuk operasional lebaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Mennakertrans) Muhaimin Iskandar.

Ihwal itu terungkap dari surat penahanan KPK terhadap ketiganya. Surat itu lalu ditujukan KPK kepada keluarga ketiganya. "Ditulis disana, sedang melakukan penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka Dharnawati bersama-sama dengan I Nyoman Suisnaya dan Dadong Irberalawan untuk memberikan hadiah kepada Muhaimin Iskandar selaku Menteri tenaga kerja dan transmigrasi," ujar penasihat hukum Dharnawati, Farhat Abbas mengutip surat penahanan terhadap kliennya, Kamis (1/9).

Kepada kliennya, kata Farhat, Muhaimin mengaku dana sebesar itu hanya dipinjamnya. Muhaimin, lanjut Farhat, mengutarakan niatnya meminjam dana sebesar itu kepada Dharnawati melalui Dadong dan I Nyoman.

"Buat dana lebaran pak Menteri," tuturnya. Menurut Farhat, kepada KPK, Dadong dan I Nyoman juga sudah mengaku jika uang itu untuk Muhaimin. Farhat mengetahui hal itu dari Dharnawati. Dharnawati mengetahuinya karena sama-sama diperiksa bersama keduanya.
 
omisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan Kabag Perencanaan dan Evaluasi Kemennakertrans Dadong Irbarelawan, Sekretaris Ditjen P2K Transmigrasi I Nyoman Suisanaya dan pengusaha bernama Dharnawati sebagai tersangka kasus suap pencairan dana percepatan pembangunan daerah di bidang transmigrasi 19 Kabupaten se-Indonesia senilai Rp 500 miliar. KPK pun langsung menahan ketiganya.


Informasi yang diterima Tribun, dua tersangka pejabat Kemennakertrans akan ditahan di dua tempat berbeda. Sekretaris Direktorat Jenderal P2KT Kemennakertrans I Nyoman Suisanaya akan ditempatkan di Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang Jakarta Timur.

Sementara Kepala Bagian Program Evaluasi dan Pelaporan Kemennakertrans Dadong Irbarelawan akan dimasukan ke dalam Rutan Polda Metro Jaya.

Sedangkan untuk Dharnawati, menurut informasi yang didapat, dia akan dijebloskan ke Rutan khusus wanita pondok bambu, Jakarta Timur.

Sebelumnya ketiga tertangkap tangan KPK ini sudah ditetapkan sebagai tersangka. "Ketiga orang yang ditangkap semalam sudah jadi tersangka," ujar seorang sumber di KPK, Jumat (26/8/2011). Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka setelah melewati proses pemeriksaan selama 1x24 jam.

Suap Menjerat
Muhaimin Iskandar


1. KPK menangkap pengusaha Dharnawati dan dua pejabat Kemennakertrans, Dadong Irba Relawan (Kabag Program Evaluasi di Ditjen P2KT), serta I Nyoman Suwisnaya (Sesdirjen Ditjen P2KT), 25 Agustus 2011. KPK menyita uang suap Rp 1,5 miliar untuk pencairan dana percepatan pembangunan infrastruktur di 19 kabupaten yang menjadi proyek kemennakertrans

2. Dharnawati mengungkapkan, dana Rp 1,5 itu adalah "pinjaman" Muhaimin untuk keperluang uang Lebaran

3. Uang sebesar itu diberikan setelah Dharnawati menolak permintaan oknum Kemennakertrans untuk memberikan fee 10 persen atas proyek senilai Rp 500 miliar

4. Dharnawati mengaku memiliki bukti yang menunjukkan kelompok Muhaimin meminta uang Rp 1,5 miliar kepadanya untuk keperluan operasional merayakan hari raya Idul Fitri 1432 H. Bukti itu berupa pesan singkat dari telepon genggam (SMS)

5. Wakil Ketua KPK, M Jasin, menyatakan penyidik akan mengembangkan penyidikan termasuk pada Menteri Muhaimin Iskandar
 
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui Juru Bicara Presiden, Julian Aldrian Pasha, menegaskan sikap Presiden mengenai kasus dugaan suap di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) serta rencana pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Menakertrans Muhaimin Iskandar terkait kasus itu.

"(Pemeriksaan terhadap Muhaimin) itu prosesnya nanti. Yang jelas Presiden tidak menghalangi (pemeriksaan Muhaimin) untuk kelengkapan proses hukum," kata Julian di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (5/9/2011).
Menurut Julian, Presiden belum secara khusus memberikan tanggapan terhadap kasus yang tengah dihadapi KPK itu. Presiden juga belum memanggil Muhaimin terkait masalah itu.
"Sikap Presiden dalam upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi sudah jelas yakni kalau terbukti siapapun bersalah ditindaklanjuti sesuai prosedur hukum berlaku. Semua sama di depan hkum," kata Julian.

Sebelumnya nama Muhaimin Iskandar disebut oleh Farhat Abbas sebagai penerima uang sebanyak Rp1,5 miliar dalam kasus suap di Kemenakertrans.

Farhat Abbas adalah kuasa hukum Dharnawati tersangka kasus korupsi proyek infrastruktur daerah transmigrasi. Dia ditangkap bersama Sekretaris Direktur Jenderal Kawasan Transmigrasi I Nyoman Suisnaya dan Kepala Bagian Evaluasi dan Pelaporan Kemenakertrans beberapa waktu lalu. Dalam penangkapan itu KPK mengamankan barang bukti senilai Rp1,5 miliar yang diduga suap untuk memuluskan anggaran proyek pembangunan infrastruktur senilai Rp 500 Miliar.