Subscribe:

Ads 468x60px

8.9.11

SBY Ibarat Panglima yang Berteriak “Perangi Korupsi”, Tapi Tak Pernah Terjun ke Medan Tempur

SBY - Panglima Korupsi Bullshit Tai Kebo

Perang melawan korupsi yang diserukan SBY dalam janji kampanyenya dinilai sejumlah kalangan Cuma isapan jempol. Bagai seorang panglima, SBY cuma bisa serukan ‘perang’ tapi tak pernah menghunus senjata dan memimpin langsung pasukannya ke medan tempur. Mungkin seperti inilah gambaran dari sejumlah orang yang merasa kecewa atas kepemimpinan SBY dalam pemberantasan korupsi. Demikian dikatakan Direktur Lembaga Studi Islam dan Kebudayaan, Umar Hamdani.

Hal senada juga diungkapkan pengamat politik President University, Hendra Manurung. Menurut Hendra, komitmen SBY dianggap Hendra lemah karena proses hukum terhadap kasus dugaan korupsi yang melibatkan kekuasaan dan kader partai yang berkuasa cenderung lamban.

“Dia perangi korupsi, tapi cuma bilang perang. Tidak ada komitmen. Buktinya, di sekelilingnya berserakan korupsi termasuk yang sekarang ini menyeret nama M Nazaruddin,” katanya

KPK pun, katanya, seperti menunggu kedipan mata penguasa untuk memulai menangani perkara yang melibatkan lingkar kekuasaan. “SBY hanya bicara ke publik tindak korupsi, sementara dalam pelaksanaannya masih jadi tanda tanya,” kata Hendra.

Kritik yang sama juga dilontarkan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsudin. Menurut Din, SBY telah mangkir dalam upaya pemberantasan korupsi seperti yang diamanatkan dalam reformasi nasional.

SBY CUma Beri Janji
"Presiden hanya bisa ngomong, berhenti pada pernyataan, tapi tidak berlanjut pada kenyataan. Ini yang saya sebut mangkir, karena membiarkan tindakan korupsi," kata Din dalam acara penutupan Tanwir XXIV Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, di Serang, Banten, Jumat 27 Mei 2011.

Tidak hanya dinilai mangkir, SBY juga dianggap telah melakukan kemungkaran. Menurut Din, kata mangkir berhubungan dengan kata mungkar, maka yang melakukan kemangkiran atau orang mangkir adalah orang yang berbuat mungkar.

"Di situlah berlaku nahi mungkar, di samping amar ma’ruf," jelasnya.

Din Syamsudin juga menilai SBY terkesan membiarkan dugaan korupsi yang terjadi di lingkungan pemerintahan, terutama di beberapa kementerian, seperti di Kementerian Agama, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, dan dugaan korupsi yang mencuat akhir-akhir ini di Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Dia menegaskan, seharusnya dugaan-dugaan itu jangan dibiarkan, dan hanya diserahkan pada Komisi Pemberantasan Korupsi saja. Tapi, Presiden harus mengambil langkah-langkah. Dia juga berharap pemerintah efektif dan bekerja secara serius dalam pemberantasan korupsi.

"Tapi kenyataannya, pemerintah sekarang tidak hadir dalam upaya pemberantasan korupsi," jelas Din.

Menyikapi kondisi tersebut, Din Syamsudin mengatakan perlu ada gerakan koalisi masyarakat madani atau gerakan civil society untuk mendesakkan pemberantasan korupsi.

Dia juga prihatin dengan keterpurukan bangsa yang sering ditutup-tutupi pemerintah dengan intervensi asing dalam kehidupan ekonomi di bidang strategis. Menurut dia, Muhammadiyah merasakan langsung dampak keterpurukan bangsa ini, akibat ekonomi yang tidak berpihak pada rakyat seperti sekarang ini. "Pemerintah jangan menutup mata dan menutup telinga terhadap kritik-kritik rakyat," katanya
"Tak usah lihat Presiden Yudhoyono itu dari sekte politik mana. Jadikan korupsi musuh bersama, dan Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY sebagai 'Panglima Perang Pemberantasan Korupsi'," kata Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Partai Karya Perjuangan (Pakar Pangan), Donny Lumingas di Jakarta, Sabtu (20/9).

Ia menambahkan, upaya mempertahankan dan mengisi kemerdekaan lewat berbagai program pembangunan serta usaha-usaha menyejahterahkan rakyat mesti diimbangi dengan peningkatan disiplin hidup bermasyarakat, maupun bernegara. Ketidakadilan dan diskriminasi serta korupsi merupakan penyakit-penyakit kronis yang merusak upaya luhur bangsa ini memajukan NKRI.

Karena itu, ia berpendapat, tidak masalah jika kepada Presiden SBY diberikan mandat baru sebagai 'Panglima Perang' Pemberantasan Korupsi.

"Dengan begitu, setiap pimpinan bangsa ini dari waktu ke waktu ada padanan perannya, yakni Proklamator Bangsa untuk Bung Karno, Bapak Pembangunan bagi Pak Harto serta 'Panglima Perang Pemberantasan Korupsi' kepada SBY," ujarnya.

Bagi para pimpinan partai berlambang "Beringin Merah 17" ini, dukungan 100 persen telah dicanangkan hingga ke tingkat basis, untuk bersama-sama SBY memerangi korupsi, kolusi dan nepotisme.

"Termasuk menghajar habis para pelindung koruptor itu sendiri sebagaimana telah dilansir banyak pihak masih berkeliaran bebas di dalam bahkan di luar negeri," imbuhnya.

Karena itu, ia mendesak KPK selaku instrumen utama memerangi korupsi dan koruptor, harus peka dengan berbagai masukan publik.

"Termasuk segera menindaklanjuti bukti-bukti yang diperoleh sejumlah lembaga atau individu, termasuk dari ICW, agar segera diproses, jangan pilih-pilih kasus atau istilahnya tebang pilih," tegasnya.

Misalnya, ungkapnya, untuk masukan terakhir menyangkut kasus yang melibatkan Aulia Pohan, Anwar Nasution dan kawan-kawan terkait perkara aliran dana Bank Indonesia (BI) ke berbagai pihak, menggunakan uang yayasan bank sentral tersebut.

"Kan sudah jelas, ICW melalui peneliti hukumnya, Febri Diansyah dan Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan, Emerson Yunto, sudah punya bukti-bukti kasus itu. Semua fakta kuat yang merupakan bukti hukum itu menyangkut keterlibatan Aulia Pohan dan Anwar Nasution. Semuabukti dan fakta hukum itu sudah diserahkan ke KPK. Ini kasus besar, dan harus tuntas di era kepemimpinan 'Panglima Pemberantasan Korupsi' SBY," tegas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar